Shamsi Ali: Bahaya Pengakuan Yerusalem Sebagai Ibukota Zionis-Israel

Di sinilah kemudian dilema besarnya dari keputusan Donald Trump ini. Sebuah keyakinan iman tidak akan pernah terselesaikan dengan solusi politik. Dan karenanya pengakuan Donald Trump terhadap Jerusalem sebagai Ibukota Israel tidak mengurangi keyakinan umat bahwa Jerusalem juga adalah kota suci, sekaligus diakui sebagai ibukota masa depan Palestina.

Akan lebih parah lagi bahwa keputusan Donald Trump mengakui Jerusalem sebagia Ibukota Israel semakin memperdalam permusuhan dan boleh jadi membawa kepada konflik masif di Timur Tengah. Lebih parah lagi kemarahan itu bukan saja di Timur Tengah. Tapi Donald Trump telah menyulutkan api ke dalam bara kebencian kepada Amerika di mana-mana. Implikasinya tidak saja kepada Israel tapi juga kepada Amerika dan negara-negara pendukung lainnya, termasuk sebagian dunia Islam sendiri.

Apa yang dilakukan oleh Donald Trump justeru berdampak sangat buruk kepada Amerika sendiri. Sejak lama Amerika dicurigai sebagai tuan Israel. Artinya kebijakan-kebijakan buruk pemerintahan Israel dinilai sebagai bagian dari kebijakan Amerika. Bahkan ada kecurigaan jika ekspansi Amerika ke Timur Tengah tujuannya adalah melapangkan jalan bagi Israel untuk semakin melakukan apa saja terhadap negara-negara Muslim tetangganya.

Dengan keputusan Donald Trump ini kecurigaan itu seolah menjadi bukti nyata. Bukan lagi kecurigaan tapi telah terjadi di depan mata bahwa Amerika memang selalu menjadi “bumper” bagi kepentingan Israel.

Konsekwensinya Amerika akan menjadi bulan-bulanan kebencian dan kemarahan dunia Islam. Dan pada akhirnya masyarakat Amerika secara luas akan menjadi korban, demi ambisi Donald Trump untuk memuaskan segelintir pendukungnya.

Masalah Dunia Islam

Saya sesungguhnya tidak terlalu terkejut dengan keputusan Donald Trump ini. Selain karena memang itu adalah karakternya yang memang cenderung berbuat sebelum berpikir, dan kalau salah susah mengakui. Tapi juga karena selama ini memang itulah persepsi yang berkembang di Amerika. Bahwa membela Zionis-Israel adalah melakukan sesuatu yang secara nilai (value) ditinggikan oleh Amerika. Sebaliknya menentang Zionis-Israel seolah menentang nilai Amerika (American values). Benjamin Natanyahu membenci setengah mati Barack Obama, salah satunya karena Obama berani mengeritik Zionis-Israel.