Sukses Menjadi Negara Gagal

Distorsi dan Kontradiksi

Harus diakui suka atau tidak suka, menerima ataupun menolak. Tampilnya kekuasaan yang lahir dari metode sihir massal dan rekayasa citra diri. Secara alami lewat perangai dan tingkah pola yang dilakukan. Seiring waktu menunjukan wajah asli dan karakter yang sesungguhnya.

Di balik kampanye, keluguan dan kesederhanaan yang menghipnotis. Berujung hanya pada janji-janji politik yang terbelengkalai, kalau tidak mau disebut rangkaian kebohongan dan kepalsuan.

Alih-alih melakukan pembangunan yang terkonsep, terukur dan berdaya guna bagi kehidupan rakyat. Pemerintahan yang terlanjur dikenal publik sebagai rezim boneka itu. Justru malah menghasilkan proyek-proyek mercusuar yang bertaburan utang menjulang, disfungsi alias tak berguna dan digerogoti keserakahan dan korupsi  disana-sini.

Mirisnya, proyek-proyek infrastrukur berbiaya besar yang dibanggakan dan dianggap simbol keberhasilan pemerintah. Pada akhirnya dijual murah sehingga merugikan negara. Begitupun BUMN yang terus merugi dan terancam dijual atau ditutup. Pemerintah yang digawangi orang-orang cerdas dan profesional itu.

Sepertinya tidak lebih hebat dari tukang gado-gado di pinggir jalan yang masih punya menejemen dan bisa mengelola keuangannya. Agar bisa survive dan dapat membiayai kehidupan keluarganya.

Selain ketidakmampuan leadership dan kecakapan menejemen. Rombongan kekuasaan yang ditandai dengan amburadulnya peran dan fungsi dalam tata kelola pemerintahan. Birokrasi sarat oligarki dan koncoisme mempertontonkan pemimpin-pemimpin yang planga-plongo, asbun, tidak tahu malu dan mata duitan.

Ada juga seorang menteri agama yang dipertanyakan kejelasan agamanya. Akan tetapi diluar compang-camping dan karut marut lingkaran istana. Tampil seorang pembantunya yang superior dan berkuasa penuh serta mengendalikan semua urusan. Tidak jelas ia sebagai bawahan atau yang membawahi. Mungkin beliau memang manusia super dari luar angkasa. Seperi Iron Man dalam komik Marvel. Akibatnya negara semakin tidak jelas dan terpuruk. Siapa yang dipimpin dan siapa yang memimpin.

Tidak adanya skala prioritas dan menjalankan roda pemerintahan secara ugal-ugalan. Hanya menunjukkan fakta pemerintahan yang tidak memiliki kapasitas (unqualified). Rakyat seperti mengalami “govermentless” dan “fail state”. Terasa saat ini dalam suasana penjajahan masa lampau.

Selama berkuasa hampir dua periode. Kekuasaan sekarang cenderung dapat diidentifikasi dengan tiga pola  determinasi.

Pertama, kinerja pemerintahan yang mengandalkan utang. Seakan negara tidak bisa berdiri tegak dan pemerintahan tidak bisa bekerja tanpa utang. Parahnya utang negara lebih banyak dipakai untuk proyek rente dan rawan korupsi. Kehidupan rakyat semakin tercekik karena penghapusan subsidi untuk membayar utang negara dan gaya hidup mewah pejabat. Sehingga negara dan rakyat harus menanggung beban berkepanjangan  hingga anak-cucu yang masa depannya pun tak jelas.