Sukses Menjadi Negara Gagal

Bukan saja terhadap rakyat sipil, bahkan atasan dan pimpinan penegak hukum bisa melakukan kekerasan terhadap bawahannya sendiri. Sungguh perbuatan biadab dan memalukan. Cermin yang menampilkan wajah buruk negara bagi rakyatnya sendiri maupun dunia internasional.

Ini menjadi persoalan serius dan prinsip yang menentukan persfektif apakah negara ini memang masih perlu ada dan tetap dipertahankan. Apakah NKRI masih relevan dengan cita-cita dan tujuan proklamasi kemerdekaan? Kekerasan yang dilakukan oleh aparat baik kepada rakyat sipil maupun bawahan dinasnya.

Secara tidak sadar merupakan titik jenuh sekaligus pemberontakan baik dari rakyat maupun orang-orang dalam kekuasan sendiri. Mereka semua tak berdaya saat terjebak dalam sistem yang penuh distorsi dan kontradiksi.  Tak berdaya dan tak mampu melawan kerusakan sistem.

Mungkin kekerasan telah menjadi bahasa perlawanan. Kekerasan merupakan cara kontemplasi yang mudah dan bisa dilakukan. Terhadap sistem pemerintahan dan perilaku kekuasaan  selama ini yang tak kunjung mendatangkan kemaslahatan. Namun lebih banyak kemudharatan yang berlumur tragedi dan kedzoliman sehari-hari yang serba permisif.

Rakyat terus menyimpan tangisnya yang tersembunyi. Membiarkan lukanya dalam rongga dada. Berulangkali rakyat harus menahan amarah yang tersekat dalam duka haru biru.

Rasanya, rakyat harus hidup dengan kesabaran dan kekuatan yang tersisa. Saatnya menunggu kekuasaan Tuhan yang berbicara. Entah dengan menggunakan tangan manusia sendiri. Entah dengan menggerakan kekuatan alam. Entah dengan kebesaranNya melakukan intervensi pada negeri ini.

Rakyat harus menunggu, berharap dan bersangka baik pada Tuhan. Semoga hanya perbaikan dan pemulihan Indonesia yang dikendaki Tuhan Yang Maha Esa. Bukan penghancuran dan pemusnahan negeri tercinta.

Semoga. [RMOL]

*Penulis adalah pegiat sosial dan altivis Yayasan Human Luhur Berdikari