Sukses Menjadi Negara Gagal

Kedua, menaikkan dan menggenjot pajak sebagai kemampuan terbaik kabinet kerja rezim. Upaya licik memungut pajak untuk menutupi kelemahan segaligus penyimpangan kebijakan birokrasi dalam soal keuangan negara. Terutama untuk dikorup dan membayar utang yang tak ada relasinya dengan kesejahteraan rakyat.

Inilah pemerintahan yang pernah ada dimana sudah tidak mampu menyejahterakan rakyat, masih tega menguras uang rakyat melalui pajak. Pemerintah tak bedanya dengan merampok uang rakyat secara halus dengan modus pajak. Sebuah cara memiskinkan bangsa dengan konstitusional. Kemiskinan struktural yang tak bisa dihindari dan ditolak rakyat kecil utamanya. Pemerintah bagai kompeni yang memungut upeti pada rakyat pribumi layaknya jaman kolonial.

Ketiga, kekerasan sebagai cara menangani persoalan bangsa terlebih dalam soal penegakan hukum.
Akhir-akhir ini, NKRI pantas menyandang gelar negara kekerasan. Kekerasan  kian rutin mewarnai kehidupan negara dalam berbagai aspek. Baik kekerasan yang dilakukan oleh struktur atau otoritas negara, maupun kekerasan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat ataupun sektor swasta khususnya dunia korporasi.

Semua kekerasan itu mengarah dan selalu menjadikan rakyat kebanyakan sebagai obyek dan korbannya. Tak peduli rakyat sudah sekarat karena pandemi. Belakangan mafia dan cukong yang bermetamorfosis dan berlindung dibalik korporasi besar. Secara terang-terangan dan arogan merampas tanah dan aset rakyat dengan kekerasan. Hebatnya, korporasi asing dan aseng itu melakukan kekerasan terhadap rakyat dikawal dan terkesan diback up aparat keamanan negara.

Aparat keamanan negara yang harusnya membela dan melindungi rakyat dalam memperjuangkan haknya. Kian bertindak sebagai anjing penjaga dan tukang pukul pemilik modal dan kekuasan. Sudah tidak bisa lagi membedakan intepretasi Substansi undang-undang dan kepentingan rakyat. Tanpa ragu melakukan kekerasan pada rakyat yang berjuang menuntut sekadar keadilan.

Rakyat sudah tidak bisa berkata dan berbuat apa-apa lagi. Rakyat juga  tak punya siapa-siapa lagi dan kekuatan untuk meminta perlindungan selain keadilan Tuhan. Aparat keamanan yang hakekatnya menjadi pelayan yang mengayomi dan melindungi rakyat. Justru berpikir dan bertindak sebaliknya.

Aparatur pemerintahan dan penegak hukum yang digaji dan dibiayai rakyat, menggunakan semua fasilitas itu untuk menindas rakyat.

Rakyat begitu tersontak saat tidak sedikit aparatur penegak hukum dan keamanan melakukan pelanggaran dan penyimpangan hukum. Bukan sekedar arogan, represif dan merugikan hak rakyat. Petugas-petugas negara itu melecehkan, memperkosa dan membunuh rakyat tak berdosa.