Wadi Rababa Menjadi Target Yahudisasi dan Permukiman di Al-Quds

Seorang Relawan Indonesia di Palestina, Von Edison Alouisci, mengungkapkan, penjajah Israel berusaha untuk mendapatkan kendali atas Wadi Rababa dengan melaksanakan proyek dan rencana ekspansi permukiman Yahudi.

Proyek yang paling menonjol belakangan ini adalah proyek “Jembatan Gantung”. “Dimulai dari kampung Al-Tsauri, melalui kampung Wadi Rababa, hingga ke daerah Nabi Dawud,” ungkap Von Edison Alouisci.

Di samping pekerjaan lain di tanah kampung tersebut untuk mengubahnya menjadi “jalan dan taman taurat”, ditambah lagi dengan membuat kuburan palsu di beberapa bagian lainnya dari kampung tersebut.

Seorang pakar urusan al-Quds, Nasser Al-Hidmi, menegaskan, Wadi Rababa itu merupakan perpanjangan dari daerah Silwan yang berada dekat dengan Masjid Al-Aqsha.

Dalam pernyataan khusus kepada Pusat Informasi Palestina, Al-Hidmi menyatakan bahwa penjajah Israel sedang fokus menarget Lembah Rababa. Karena daerah tersebut dekat dengan Masjid Al-Aqsha dan dianggap sebagai sisi yang agak lemah.

Ia menjelaskan, banyak tanah di daerah Wadi Rababa kepemilikannya tidak jelas, dan bukti kepemilikan tidak sesuai dengan yang semestinya. Karena itu penjajah Israel menarget dengan memintar agar masyarakat di kampung itu membuktikan kepemilikan mereka.

Al-Hidmi menyatakan, jika warga tidak bisa membuktikan kepemilikan atau tidak terdaftar secara resmi, maka dikonversi dari tanah pendudukan menjadi tanah yang dianggap sebagai “properti tanpa pemilik”.

Yang pada gilirannya, bisa dialihkan kepemilikannya ke organisasi permukiman Yahudi untuk pembangunan permukiman.

Ia menekankan, penjajah Israel ingin masuk melalui sisi ini untuk menembus perkampungan al-Quds dan memecah-mecahnya melalui koloni-koloni permukiman yang dihuni oleh para pemukim ekstrim Yahudi untuk menguasai kota al-Quds dan mencegah komunitas-komunitas warga al-Quds terintegrasi dan saling terhubung.

Kampung ini dinamakan Wadi Rababa, karena bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya berkembang melebar secara bertahap, seperti alat musik Arab kuno “Rababa”. Pemberian nama tersebut termasuk baru, dibandingkan dengan penamaan lama.

Dulu, di periode Kanaan, lembah ini disebut dengan “Jai Hinom”, artinya adalah “Lembah Neraka”. Sementara itu orang-orang tua penduduk al-Quds, menyebutnya dengan nama “Tanah Tak Bertuan”, karena merupakan garis pemisah antara bagian timur dan barat kota.