Sentimen Kesukuan Arab dan Bagaimana Rasulullah Mengikisnya

Eramuslim – Kebanggaan akan nasab (keturunan) dan kesukuan menjadi warna yang sangat kental bagi masyarakat Arab yang hidup belasan abad lalu. Suku dan keturunan waktu itu seperti menjadi ukuran kemuliaan orang-orang Arab. Salah satu suku yang sangat diakui kemuliaannya adalah Quraisy. Dalam Suku Quraisy itu, kalangan Bani Hasyim menjadi kelompok yang dimuliakan.

Dari garis keturunan Hasyim inilah kemudian lahir Rasulullah SAW. Dengan ajaran Islam yang dibawanya, Rasulullah SAW kemudian meruntuhkan rasa bangga akan suku dan keturunan itu.

Upaya tersebut dilakukan Rasulullah SAW dengan menikahkan Zainab yang berasal dari kasta tinggi Suku Quraisy dengan Zaid yang bekas budak.

Pada masa itu, tertiup semangat baru untuk tidak membedakan manusia berdasar suku dan keturunan. Ratusan tahun setelah Rasulullah SAW wafat, upaya untuk membentuk strata berdasar keturunan dan suku muncul kembali. Mereka yang ada dalam garis keturunan Rasulullah SAW menjadi kalangan yang dimuliakan.

Kaum pria dari kalangan ini sering disebut sayyid. Sedang kaum wanitanya disebut dengan istilah syarifah. Sebagian dari kalangan tersebut ada yang bermigrasi ke Indonesia sejak abad ke-17.

Mereka yang pindah ke Indonesia itu asalnya dari wilayah Hadramaut. Lewat buku Derita Putri-putri Nabi, Studi Historis Kafa’ah Syarifah, M Hasyim Assagaf membuka wacana tentang nasab dan kesukuan orang Arab tersebut.