Anda tak Layak Dipuji Apapun Alasannya

Manusia sangat senang dipuja dan dipuji. Ini sangat berbahaya. Karena itu jika anda dipuji, malah sebaliknya anda harus mencaci diri sendiri, karena dalam diri anda tak lebih dari wujud cacat serba kurang dan buruk. Jadi memang tidak layak untuk dipuji dengan berbagai alasan apa pun.

Disamping itu pujian bisa membuat orang riya, takjub diri dan lupa diri. Inilah yang mengancam eksistensi jiwa kita. Apalagi jika anda melihat hati anda sendiri, betapa amal-amal anda sangat buruk dan cacat.

Lalu mana yang layak untuk dipuji? Sampai Rasulullah saw, menegaskan, Orang beriman ketika dipuji, ia malah meragukan keimanan yang ada dalam hatinya. Maknanya, ia malah mencaci kondisi ruhaninya sendiri yang tak pantas dengan pujian. Karena itu:Sebodoh-bodoh manusia adalah orang yang membiarkan rasa yakinnya diselaraskan menurut asumsi publik manusia.

Kalau manusia berakal sehat ia lebih percaya pada penglihatan dirinya pada dirinya yang penuh dengan cacat dan dosa. Tapi kalau mengikuti asumsi banyak orang, yang hanya memandang lahiriyahnya belaka, seakan-akan diri kita ini shaleh,ahli amal yang bagus, ahli ibadah, padahal tak lebih dari suatu kebusukan belaka.

Disinilah Ibnu Athaillah mengarahkan: Bila terucap pujian padamu dan anda tahu bahwa diri anda bukan layaknya dipuji, maka pujilah yang berhak layak Dipuji (Allah swt).

Semua pujian apa pun bentuknya jika itu terucap pada anda, maka segeralah anda mengembalikan pujian itu pada Allah Taala. Karena Dialah yang layak dipuji.Dalam hal ini, Syeikh Zarugq membagi tiga kategori manusia dalam soal pujian: Manusia yang merasa dirinya berhak dipuji dan dipuja, maka orang ini akan hancur.

Manusia yang merasa dirinya tak layak dipuji, namun ia tidak melihat kebajikan Allah Taala padanya sehingga ia hanya sibuk mencela dirinya belaka. Kalangan ini lebih baik, karena ia selamat dari penyakit pujian. Orang yang melihat dirinya seperti pengantin yang mendapat sambutan dengan pestanya. Namun sang pengantin malah menutupi dengan cadarnya ketika berhadapan dengan mereka, karena malu atas segala kekurangannya saat itu.