Perayaan HUT RI dalam Islam

Apabila perayaan tersebut tidak terkait dengan ibadah, maka kami memandang itu sebagai bagian dari muamalah, sehingga hukum asalnya adalah boleh, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Kaidah fikih menyebutkan, hukum asal dalam permasalahan muamalah adalah mubah (boleh), tidak dilarang kecuali yang diharamkan oleh Allah.

Hukum asal segala sesuatu adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang menunjukkan ketidakbolehannya.

Seperti dilansir Suara Muhammadiyah, segala perkara tergantung niatnya. Termasuk yang dibolehkan dalam hal ini adalah pelaksanaan upacara sebagai salah satu bentuk refleksi atas perjuangan para pahlawan yang telah mampu mengibarkan merah putih sebagai tanda kemerdekaan.

Lalu bagaimana hukum hormat bendera merah putih?

Hormat kepada bendara bukan bentuk penyembahan. Dengan demikian, hormat kepada bendera ketika melaksanakan upacara juga bukan merupakan bentuk penyembahan (li al-ta‘abbud), melainkan sekadar wujud penghormatan (li al-ihtiram) kepada jasa para pahlawan yang telah mengorbankan seluruh jiwa raga demi kemerdekaan Indonesia.

Atas dasar itulah hormat kepada bendera bukan termasuk sesuatu yang dilarang dalam agama. Namun demikian yang perlu diperhatikan terkait upacara bendera dalam rangka merayakan kemerdekaan secara umum atau dalam upacara-upacara lain secara umum antara lain adalah pakaian yang dikenakan para petugas upacara seperti paskibra (pasukan pengibar bendera). Para paskibra ini hendaknya memakai busana yang sopan dan menutup aurat.

Selain itu juga perlu diingat, jangan sampai perayaan HUT RI yang dilakukan terjerumus pada perilaku israf (berlebih-lebihan) dan mubazir, yang justru akan menodai makna kemerdekaan itu sendiri. Dalam Alquran, Allah SWT telah melarang perilaku-perilaku tersebut:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs Al-A’raf [7]: 31). (Okz)