Tanya Jawab Seputar Hukum “Al-Qur’an Seluler”

Di antara hukum syara terkait Alquran seluler dalam kitab-kitab tersebut sbb:

Pertama, kapan program Alquran seluler dihukumi sebagai mushaf Alquran? Fahad Abdurrahman Yahya mengatakan program Alquran seluler yang nonaktif, dianggap sama dengan mushaf Alquran yang masih tertutup (tak dibuka). Maka program nonaktif tersebut tak dihukumi sebagai mushaf Alquran, sehingga tak disyaratkan bersuci (thaharah) dari hadats besar atau hadats kecil bagi Muslim yang menyentuh ponsel dengan program tersebut. Dalam hal ini para ulama kontemporer tak ada perbedaan pendapat. (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 47).

Adapun jika program Alquran selulernya dalam keadaan aktif, yaitu ketika tampak gambar ayat Alquran dalam layar ponsel, maka ia dianggap sama dengan mushaf Alquran yang lembarannya sudah dibuka. Maka dari itu, program aktif tersebut dihukumi sama dengan mushaf Alquran. Di sinilah kemudian diberlakukan hukum-hukum syara seputar mushaf Alquran, misalnya hukum menyentuh mushaf, hukum membawa mushaf ke dalam toilet (al khala`), dsb. (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 47).

Kedua, jika program Alquran selulernya dalam keadaan aktif, apakah disyaratkan thaharah bagi Muslim yang menyentuh ponsel dengan program itu? Di sini ada tafshil (rincian) hukumnya; jika yang disentuh bukan layar monitornya, tapi bagian perangkat ponsel lainnya, seperti tepian layar monitor atau tombol-tombol huruf pada keypad, tidak disyaratkan thaharah. Sebab dapat diterapkan di sini hukum tak wajibnya thaharah jika seorang Muslim menyentuh mushaf dengan penghalang (ha`il) seperti tali gantungan atau kulit/cover mushaf, atau jika menyentuh kitab tafsir Alquran yang mengandung ayat dan tafsirnya.

Adapun jika yang disentuh adalah layar monitornya secara langsung (misal pada layar touchscreen), disyaratkan wajib thaharah. Sebab di sini diterapkan hukum wajibnya thaharah bagi yang menyentuh mushaf secara langsung (tanpa penghalang). (Fahad Abdurrahman Yahya, Takhzin Al Qur`an Al Karim fi Al Jawwaal, hlm. 92). (Inilah)

Wallahu alam.