Keluar dari Suatu Jamaah, Murtadkah Saya?

Assalamu’alaykum wr. wb.,

(ta’awudz, basmallah, syahadah, sholawat, salam).

Ustadz yang dimuliakan Allah, begitu besar semangat memperjuangkan Islam di dalam diri ini hingga sembilan tahun yang lalu saya bergabung ke dalam salah satu harokah yang tergolong bermilitansi tinggi di Indonesia ini. Namun beberapa bulan yang lalu, atas dasar ketidaksetujuan saya terhadap beberapa kebijakannyalah saya memutuskan untuk berhenti dari jama’ah tersebut.

Hingga saat ini, mereka terus mencari tahu keberadaan saya. Bahkan tidak sedikit pula yang menghardik semua tulisan dan segala bentuk buah pikir saya. Sekalipun yang saya tuliskan adalah berdasarkan al-Qur’an, semua dianggapnya salah, bahkan mereka menyatakan saya murtad sebab mudur dari kancah perjuangan penegakan Dinul Islam.

Apakah saya demikian murtadnya, Pak Ustadz? Apakah saya tergolong berkhianat terhadap perjuangan jika di tengah jalan saya berubah pikiran mengenai manhaj dalam memperjuangkan al-Islam? Apakah memperjuangkan Islam harus selalu dinaungi sebuah jama’ah harokiyah? Bagaiamana jika saya menganggap bahwa sekalipun saya sendiri tetapi saya masih termasuk jama’ah Rasulullah saw, apakah itu salah?

Mohon penerangannya Pak Ustadz, saya hanya ingin hidup mulia atau mati syahid di jalan Allah. Ya Rabb, mudahkan hamba dalam meraih keridhoan-Mu.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Di dalam semua daftar penyebab kemurtadan pada materi tentang syahadatain, tidak pernah kita dapati penyebabnya karena seseorang keluar dari sebuah organisasi atau kelompok tertentu di tengah umat Islam. Bahwa seseorang dianggap tidak layak lagi menjadi anggota pada kelompoknya terentu lalu dipecat, dengan baik-baik atau dengan tidak baik-baik, tidak ada kaitannya dengan status keIslamannya.

Vonis murtad yang dikeluarkan juga tidak bisa sembaragan, kalau kita mengacu kepada syariah Islam. Tidak ada hak bagi individu atau bagi organisasi atau jamaah tertentu di tengah umat Islam untuk menjatuhkan vonis seberat itu. Bahkan meski si tertuduh itu benar-benar telah melakukan perbuatan yang tegas melanggar aqidah Islam.

Vonis murtad kepada seseorang tidak bisa langsung dikeluarkan saat itu juga, harus menunggu ada ketetapan resmi dari pengadilan syariah. Pengadilan syariah ini harus diselenggarakan oleh lembaga formal atas nama negara Islam yang berdaulat. Bukan pengadilan jalanan atau pengadilan swasta.

Sebab vonis kafir itu punya konsekuensi yang sangat berat. Yaitu kehalalan darah orang yang divonis. Artinya, si kafir yang murtad itu harus dibunuh. Sehingga tuduhan murtad itu tidak bisa hanya didasarkan pada sebuah asumsi subjektif belaka, juga tidak boleh hanya berdasarkan tuduhan dari kelompok-kelompok tertentu, atau hanya berdasarkan fatwa dari satu atau dua orang ulama.

Status kemurtadan seseorang harus berdasarkan sebuah ketetapan hukum positif yang tetap dan dikeluarkan oleh negara Islam yang berdaulat penuh.

Jamaah Bukan Negara

Sebuah jamaah harakiyah tertentu yang jumlahnya jutaan itu, sama sekali tidak bisa disamakan dengan sebuah negara Islam yang berdaulat. Boleh saja sebuah jamaah berilusi bahwa mereka telah mendirikan negara dalam negara. Semangat berilusi semacam itu seringkali dipompakan dengan tekanan yang sangat kuat kepada setiap anggotanya.

Padahal negara Islam yang dikhayalkan itu tidak pernah ada, tidak pernah eksis. Hanya ada di alam imajinasi para pemimpinnya saja. Kalau sebuah negara itu mensyaratkan tiga unsur utama, yaitu ada rakyat, ada pemerintahan dan ada wilayah, maka negara ilusi itu hanya memenuhi satu unsur saja, yaitu pemerintahan. Sedangkan wilayah dan rakyat tidak pernah ada.

Mungkin kalau sekedar mengklaim boleh-boleh saja, tetapi realitanya, wilayah yang mereka klaim sebagai wilayah mereka tidak lain adalah sebuah wilayah milik sebuah negara berdaulat. Rakyat yang mereka klaim sebagai rakyat mereka, tidak pernah mengenal pemerintahannya, sebab pemerintahannya tidak pernah menampakkan diri. Jadi bagaimana pemerintahan itu bisa dibilang absah, kalau tidak pernah nongol dan dikenal rakyatnya?

Walhasil, negara Islam yang mereka klaim itu memang hanya sebuah ilusi. Dan sebagai negara ilusi, tidak layak untuk mengeluarkan keputusan hukum atau vonis murtad layaknya sebuah negara betulan. Dan oleh karena itu, semua fatwanya tidak bisa diterima dan otomatis tidak berlaku. Apalagi mengingat fatwa itu sangat bertentangan dengan syariah Islam yang muktamad dan diakui oleh mayoritas muslimin sepanjang masa.

Dan di lapangan, ternyata yang kerjaannya mengklaim sudah membentuk negara tidak cuma satu atau dua kelompok, tapi ada puluhan bahkan ratusan, untuk satu wilayah Indonesia yang sama.

Pertanyaanya, manakah di antara klaim-klaim itu yang benar? Mengapa ada begitu banyak negara ilusi yang didirikan hanya berdasarkan klaim segelintir orang?

Jawabnya, karena semua itu hanya ilusi dari beberapa gelintir orang, maka tidak ada yang susah untuk mendirikan negara ilusi. Dalam sehari bisa saja kita mendirikan ribuan negara ilusi, berdasarkan klaim-klaim sepihak. Dan boleh jadi, jamaah yang pernah anda ikuti itu suatu hari akan pecah para pemimpinnya, lalu masing-masing mengklaim bahwa dirinya adalah pewaris tunggal dari negara mereka. Dan begitulah seterusnya, setiap pecahan lalu bikin lagi negara baru lagi, sampai ada jutaan ilusi dari orang-orang yang berhayal di siang bolong.

Dan jangan-jangan, anda dikeluarkan dari sebuah negara ilusi yang merupakan pecahan entah yang keberapa dari yang ada sebelumnya.

Lepas dari semua itu, jangan anda risau dengan semua tuduhan kafir itu. Anda muslim 100% sejak anda dilahirkan, tidak ada yang bisa merenggut keIslaman dari dada anda sejak anda lahir.

Kalau jamaah yang pernah anda ikuti itu benar-benar jamaah Islam yang mengerti syariah, maka anda tidak akan divonis kafir. Sebaliknya, jamaah itu akan mengakui anda sebagai muslim, sebab anda tidak pernah melakukan hal-hal yang membatalkan syahadat anda, kecuali hanya keluar dari sebuah jamaah kecil di antara jutaan jamaah yang berserakan di dunia Islam.

Ciri sebuah jamaah yang benar adalah tidak pernah berpikir bagaimana menjatuhkan vonis kafir atau mengkafirkan orang yang sudah muslim. Justru berpikir bagaimana meng-Islamkan orang yang masih kafir.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.