Irama Dangdut Melayu di Masjidku

Siang itu aku menyempatkan diri ke konter HP, membeli HP CDMA sekaligus mengisinya dengan kartu perdana. Aku membelikan HP tersebut atas permintaan isteriku yang katanya sudah membutuhkan layanan CDMA.

Suatu ketika seorang karyawan kami yang sudah lebih dulu menggunakan layanan ‘menguntungkan’ tersebut, menghubungi isteriku saat dia berada di suatu tempat. Dia memberitahu bahwa dia kaget, saat memanggil nomor baru HP CDMA isteriku itu, terdengar ringtone-tunggu berupa lagu dangdut.

Setelah saya cek, ternyata benar. Ringtone-tunggu-nya berupa lagu dangdut yang sudah masyhur, yaitu lagu tentang irama dangdut melayu. Aku sendiri tidak tahu pasti judulnya, tetapi sedikit hafal beberapa baitnya karena sering mendengarnya. Rupanya ringtone tersebut adalah ringtone standar yang sudah disetting oleh operator, yang bisa diubah sesuai permintaan pelanggan.

Mengingat kejadian tersebut, kadang aku ingin tertawa sendiri sebagaimana aku tertawa saat mendengarnya pertama kali. Apa pasal? Isteriku adalah seorang ustadzah. Jika ada murid atau binaan memanggil handphonenya, tentu mereka akan bertanya, kok nada dering tunggunya dangdutan? Apa Bu Ustadzah suka irama dangdut? Hal yang lucu dan janggal tentunya jika seorang ustadzah menjadi penggemar irama dangdut.

Demi menghindari fitnah atau pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak perlu timbul, maka aku sarankan agar isteriku segera menghubungi operator untuk segera mengganti ringtone tersebut.

***

Suatu siang, setelah beberapa lama lawat kejadian tersebut, aku melaksanakan sholat dhuhur jamaah di masjid dekat kantor. Aku terkejut heran. Pertama, karena ada HP berbunyi ketika tengah dilangsungkan shalat, kedua, ringtonenya berupa irama dangdut melayu, sama persis dengan ringtone tunggu punya HP isteriku. Irama dangdut melayu itu membuyarkan konsentrasi jamaah yang tengah melaksanakan shalat.

Pada akhir shalat, jamaah yang lalai tersebut segera melenggang meninggalkan barisan yang sibuk bersalaman. Tidak ada gerutu atau kemarahan dari jamaah lain. Alih-alih marah, beberapa jamaah bahkan tertawa-tawa membicarakannya selepas shalat. Mereka tertawa karena geli dan lucu. Masjid yang seharusnya terjaga kemuliannya dari suara-suara yang mengganggu kekhusyukan ibadah, bisa diintervensi oleh suara irama dangdut. Astaghfirullah.

Selang beberapa hari kemudian, saat aku melaksanakan sholat yang sama di masjid yang sama, aku mendengar lagi alunan irama dangdut yang sama dan dari HP milik jamaah yang sama. Reaksi jamaah juga sama. Tertawa-tawa sehabis shalat sembari memberikan beberapa komentar. Aku kembali berucap astaghfirullah.

Aku seharusnya mengingatkan jamaah tersebut agar hati-hati lain kali. Tetapi dia langsung ngacir. Tidak tahu apakah ada rasa bersalah di hatinya atau tidak.

***

Kejadian ringtone berbunyi saat dilangsungkan shalat di masjid, sudah sering kualami. Tidak hanya pada satu masjid, tetapi banyak masjid. Kadang timbul pertanyaan kenapa ringtone HP ini bisa dikendalikan saat orang-orang ada di ruang rapat di kantor dan dalam forum pertemuan antar manusia? Sedangkan dalam forum pertemuan manusia dengan Rabb-nya tidak bisa dikendalikan? Lembar pengumuman di masjid telah jelas mencantumkan bahwa ‘HP mohon dimatikan’. Bahkan terkadang Imam memberi peringatan sebelum prosesi shalat dilakukan. Tetapi kenapa tetap terjadi?

***

Hal-hal yang kadang sepele itu menjadi bahan perenungan saya. Sebab apa yang terjadi tersebut tidak lepas dari kendali manusia. Kucoba menguak sebab apa yang bisa menyebabkan demikian.

Aku mengambil pelajaran bahwa nampaknya kita tidak atau kurang peka (sensitif) terhadap kemulian masjid. Kepekaan yang kurang ini bisa jadi cerminan bahwa hati kita belum terikat sepenuhnya dengan masjid. Bagi orang yang peka dengan kemulian masjid dan kebesaran pemiliknya (Allah Swt), maka secara otomatis HP akan dimatikan, atau ringtone-nya disunyikan begitu kaki menginjakkan masjid.

Ketidakpekaan ini bisa jadi cerminan juga bahwa kepekaan sosial kita sangat kurang. Jika sejak awal orang berfikir, bahwa jika HP-nya berdering saat dilaksanakan shalat −akan sangat menganggu konsentrasi ibadah saudara-saudaranya, tentu secara otomatis HP akan dimatikan begitu kaki menginjakkan di masjid. Terdapat anjuran Rasulullah dalam hal ini. Selayaknya seorang muslim tidak mengganggu kekhusyu’an saudaranya yang sedang bermunajat, sebagaimana Rasulullah ketika sedang beri’tikaf bersabda, "Ketahuilah bahwa setiap dari kalian sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah sebagian dari kalian mengganggu yang lainnya. ”

Selain terpetik pelajaran bahwa kepekaan kita masih kurang terhadap kemulian masjid, terhadap kebesaran Allah, dan kepedulian sesama muslim, terpetik juga suatu pelajaran bagiku bahwa kita masih sering berlaku ceroboh dan tidak hati-hati.

Teknologi, termasuk handpone, pada dasarnya diciptakan untuk kemanfaatan manusia. HP Berbunyi saat shalat, bisa jadi berasal dari unsur kecerobohan. Dampaknya menurutku cukup besar. Kita mengetahui bahwa salah satu keistimewaan shalat jamaah di masjid adalah, jika kita merasa kurang khusyuk dalam melaksanakannya, maka akan tertutupi oleh jamaah lain yang khusyuk shalatnya. Pada akhirnya semuanya akan mendapatkan pahala shalat khusyuk itu.

Lha kalau HP salah satu jamaah menjerit-jerit, bukankah itu menganggu kekhusyukan semua jamaah? Aku khawatir, tidak ada satu jamaah pun yang khusyuk shalatnya, hanya gara-gara satu jamaah yang ceroboh tidak mematikan HP tersebut.

Pada akhirnya aku menyadari, dan lagi-lagi menyadari, bahwa itulah cerminan perilaku kita kebanyakan. Kita begitu kurang peka dan teramat sangat suka dengan kecerobohan. Tengoklah beberapa musibah yang bertubi-tubi menimpa kita. Bukankah di sana banyak faktor kekurang-pekaan dan kecerobohan kita?

Perenungan itu membawa hikmah yang besar bagiku. Aku belajar bahwa kepekaan kita masih teramat kurang dan kita banyak melakukan kecerobohan. Hal ini nampak jsangat elas dari hal-hal yang sepele tadi.

Naudzubillahi Min Dzalika
Waallahu’alam.