Memandang Musibah Sebagai Nikmat Cinta

Adalah sahabatku yang sekarang sedang berjuang untuk sembuh dari kanker payudara stadium 4. Memandang dengan mataku, rasaku ingin menangis aja, dia yang sekarang gundul efek dari kemo, kalau bicara menggeh-menggeh, badannya yang dulu subur, turun sampai hampir 25 kg, memar dan hitam-hitam di lengan tangannya. Sungguh pemandangan mata yang mengiris sembilu.

Dia kukenal sebagai orang yang baik, bahkan beberapa bulan sebelum ia sakit ia menjadi motor untuk mengumpulkan dana bagi isteri salah seorang karyawan di kantor yang terkena kanker rahim stadium 4 juga. Beberapa bulan terakhir ia sibuk mengajari ibu-ibu dan mbak-mbak yang ingin belajar pita sulam, termasuk aku yang jadi murid pertamanya. Sering ngajari teman-teman bikin tas manik-manik, rajutan, parsel, kalung & gelang manik-manik n so on.

Dia memang hobi bikin kerajinan-kerajinan seperti itu, dan didukung jiwa dagangnya yang ulet. Jika tugas ke Jakarta di sela waktu luangnya digunakan untuk kursus bikin coklat. Dan rencananya lebaran kemaren mau dipasarkan. Bahkan untuk memasarkan hasil sulam kerudung, kami sepakat joinan bikin kardusnya. Biar lebih eksklusif, katanya waktu itu.

Banyak pelajaran yang bisa kuambil dari sahabatku ini. Tentang perjuangan, tentang sikap uletnya, tentang ketegarannya yang luar biasa dalam menghadapi problem kehidupannya yang orang lain memandang sangat komplek, tentang kemampuannya mendengarkan orang lain. Pernah aku perhatikan dia begitu enjoynya berbicara dengan loper koran yang biasa ke kantor, serius banget, dan dia lebih banyak jadi pendengar setia. Kini ia hanya bisa terbaring dan sedang menjalani kemoterapi yang kelima, dijadwalkan akan kemo ke enam 3 minggu lagi, namun sekarang kondisinya drop banget. Karena efek obat kemo ke-5 yang luar biasa ke tubuhnya, hari Jumat kemaren ia sempat tak sadar, ah…Ya Allah semoga segalanya akan menjadi lebih baik.

Ketika pertama kali mendengar vonis dokter tentang penyakitnya, kita semua terhenyak, tak percaya, karena saat itu ia masih sibuk ikut membantu Hughes dan krunya di PT PAL untuk acara Si Kuncung di Trans TV. Setelah itu ia merasa punggungnya sakit, dan ketika dibawa ke dokter vonisnya kanker payudara stadium IV. Manusia boleh berharap, Allah jua Sang Penentu. Kami menangis, dalam hati saya pribadi sempat terlontar tanya konyol “Kenapa harus dia?” Setelah ia mulai ‘tenggelam’ dalam cintaNya? Mulai kaffah dengan agamanya? Setelah ia begitu baikkkk pada kami? Setelah ia menjadi guru yang tanpa pamrih buat kami?Setelah …terlalu banyak setelah…Kenapa YA Allah? Kalau kami boleh meminta, jangan dia!

Astaghfirullah. Astaghfirullahhal adzim. Itulah kepicikan alam pikir manusia, yang tak mampu menyelami arti cintaNya. Itulah keterbatasan cara pandang manusia. Kata Abah, kadang musibah menjadi tersingkapnya hijab kita pada Allah. Sakit mampu menjadi penggugur dosa-dosa yang melekat, tinggal bagaimana kita menyikapi. Apakah kita akan meleburkan diri dalam nikmat Allah berupa sakit dan musibah yang lain, atau kita menyikapi dengan gerutuan yang justru akan melelahkan.

Allah menakar cinta kita melalui firmanNya, dalam surat Al-Ankaabut ayat 2,
“ Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan, ‘Kami telah beriman’ sedangkan mereka tidak diuji lagi?”

Justru semakin kita dekat dengan Allah, semakin tinggi pula ujian cinta Allah pada kita. Itu rumus yang kadang menguras energi kesabaran kita. Jika kita mampu bertahan atau bahkan semakin meningkatkan keteguhan iman kita, di situlah peningkatan kualitas kita sebagai hamba telah teruji dengan baik. Sungguh, semoga kita tidak akan terjebak oleh pikiran pintas, dan semoga Allah memberikan kita kefahaman, sehingga apapun yang kita pandang, semua hanyalah ridho dan cinta Allah semata. Semoga….

10 Shafar 1428 H Didedikasikan untuk Mbak Lientje Lindawati.
Allah Maha pencemburu, maka Ia tak ingin diduakan Hanya engkau dan Ia Semoga Allah membarakahi dan meridhoi keluarga dan hidupmu