Purnama Hati

Hari masih pagi. Masih tetap cerah layaknya kemarin. Ritual pagi pun berlangsung singkat. Mandi, ganti pakaian, sarapan, tak lebih dari 30 menit. Sepeda sudah siap. Pamit isteri dan buah hati, lalu berangkat. Mengayuh perlahan, dengan tujuan pasti. Temui orang-orang sesuai ‘list’ yang sudah tercatat rapi di otak sejak semalam. Dalam rangka silaturrahmi, mencari solusi: agar hati cerah selalu, meski masalah datang silih berganti.

Menyusuri aspal berembun, ditingkah asap kendaraan. Di kejauhan matahari bersinar terang, bundar penuh tanpa terhalang awan. Desir angin, terasa dingin di permukaan kulit tangan. Hati sejuk sepanjang perjalanan. Doa-doa terlantun pelan, bagai nyanyian. Syahdu, berona suka-cita dan harapan. Dalam kepasrahan kepada Tuhan, semua terasa ringan di raga dan jiwa. Bahkan ketika segala bentuk ujian dan kendala belum datang, rasanya hati sudah ’siap’ dengan ‘hangat’ menyambutnya. Segala yang ‘akan’ adalah misteri, namun bagi siapapun yang yakin, bahwa segala yang ‘ada’ adalah ‘indah’ semata, maka dia tak akan pernah dihinggapi gundah-gulana.

Perjalanan begitu panjang. Maka peristiwapun menjadi begitu banyak terekam. Bertemu banyak orang yang berlainan, mendatangkan tambahan perbendaharaan ‘ilmu kehidupan’. Dan karena itu pula pada akhirnya kita sadar, bahwa kita tidak benar-benar sendiri dalam ‘masalah-masalah’ kita. Semua berjalan dalam kerangka takdir yang demikian indah telah diatur, demikian sempurna memberikan hikmah dan pelajaran, bagi orang per-orang.

Pagi dan siang pun berlalu. Perjalanan panjang mencapai malam. Di ketinggian langit cerah, purnama memancarkan kemilau terangnya. Keringat yang tercucur terasa kian dingin di kulit tubuh, diterpa desir angin. Sekeliling tampak indah bagai lukisan. Hamparan sawah berbatas deret pegunungan di kejauhan, bak permadani tersulam rapi.

Purnama penuh yang kian meninggi, menambah suasana kian berseri. Cahaya teduhnya merambah ke mata, menghunjam ke hati. Proses ‘duplikasi’ yang tak terlukiskan kata menciptakan ’purnama hati’.

Doa-doa kian terlantun riang. Nikmat kebebasan ‘berdua-duaan’ kian terasa menghangatkan. Suka-cita yang ada tak bercampur apapun. Hanya suka-cita semata. Di keutuhan raga, di kepenuhan jiwa.

Terimakasih atas segala nikmat-Mu yang tiada tara. Bersama-Mu, hari-hari yang berlalu kan senantiasa ‘indah’. Apapun ‘warna’-nya. Besok, lusa, hingga akhir masa..