"ke mana Mengadu…”

Mama Noval. Begitulah ia disapa. Setiap hari tak terkecuali hari Ahad, ia bekerja membanting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarga. Sehari-harinya ia bertugas mencuci pakaian lalu menggosoknya hingga merapikannya. Profesi ini sudah lama ia lakoni, tetapi ia baru bekerja 3 bulan pada keluarga ini.

Tak ada masalah yang berarti dengan pekerjaannya. Sang majikan cukup puas dengan hasil kerjanya. Tetapi hari in sungguh berbeda. Matanya kelihatan memerah. Tampak air matanya mulai berlinang menatap majikannya. “Suami saya nggak bisa narik hari ini, Bu”, lirih Mama Noval dengan tersedu-sedu dan berlinang air mata.

Pengaduan mama Noval ternyata terus berlanjut. Ia mulai terbuka untuk menceritakan betapa nestapanya kondisi keluarganya. Untuk makan sehari-hari saja begitu sulitnya. Apalagi dua dari tiga orang anaknya sudah bersekolah. Berbagai kebutuhan sekolah pun selalu membelitnya.

Mama Noval tidak sendirian. Lebih dari 40 juta jiwa saat ini juga tengah berjuang di tengah kemiskinan. Kemiskinan sudah nyata-nyata menjadi masalah laten di negeri ini. Kita malu sekali menyaksikan kenyataan ini. Karena bumi nusantara ini begitu subur. Permukaan buminya kaya dengan keanekaragaman hayati. Di perut buminya begit melimpah dengan beraneka hasil tambang.

Siapa yang salah? Siapa lagi kalau bukan kita semua. Tetapi kesalahan kita akan semakin nyata sekali tatkala kita tak mau dan tak mampu menggunakan kekuasaan dan kemampuan yang ada sama kita untuk mengatasi problem bangsa ini. Kita juga begitu ngeri sekali melihat besarnya dana APBN dan APBD kita. Setiap tahun dicurkan. Tapi kita suliat sekali menemukan keberhasilan apa yang bisa kita jadikan contoh untuk bangkit dari keterpurukan ini. Sudah saatnya kita menilai efektifitas pengeluaran dana kita. Bahkan mulai dari pribadi kita. Alangkah indahnya setiap rupiah yang kita kelaurkan akan berdampak pada perbaikan ekonomi saudara kita.

Dan alangkah naifnya kita tatkala dana yang kita keluarkan setiap harinya ternyata makin memperkuat kapitalisme dan semakin menumbuhsuburkan kemiskinan. Sehingga rekomendasi kita, kalau perbaikan ini bisa dilakukan segera kenapa harus ditunda. Kalau memang kita bisa menjembatani kemandirian saudara kita yang dhuafa dari awal kenapa harus diskenariokan dalam jangka panjang. Tidakkah kita takut sekiranya nanti di akhirat sana, saudara-saudara kita yang belum beruntung akan melakukan tuntutan “ya Rabb kami begitu karena si tidak adanya kepedulian dari si fulan”. Yakinlah ketika paradigma kita dalam mengeluarkan dana adalah dalam rangka kepedulian kita terhadap saudara kita yang masih miskin, kita akan menjadi semakin hati-hati, semakin arif dan semakin arif dan bijaksana. Sehingga saudara-saudara kita kelak benar-benar akan menjadi pembela kita di akhirat sana. Boleh jadi kita diselamatkan oleh Allah SWT bukan karena ibadahnya tetapi karena rahmatNya yang menggap kita sudah memuliakan makhlukNya di muka bumi. Sehingga mama Noval tak perlu beranya lagi ke mana ia akan mengadu. Karena semua sudah peduli. Wallahua’lam bishshowab.