Teguran Melalui Sebuah Jempol

Terkadang, ketika memandang wajah di cermin, saya merasa tubuh ini memiliki banyak kekurangan. Hidung yang tak mancung, bulu mata yang tak lentik, tinggi badan yang jauh dari kata semampai, serta berbagai titik minus lainnya yang kadang menimbulkan kekecewaan dalam diri. Jika sudah demikian, timbulah angan-angan. Andai saja hidung saya lebih mancung, kulit lebih putih, tinggi badan lebih semampai… Tentu saya akan merasa makin "PD" saja.

Sampai suatu hari, Sang Pemilik kesempurnaan memberikan ‘teguran’-Nya. Saat saya sedang mengerjakan tugas rutin mencuci piring, tanpa disadari jempol tangan kiri terluka oleh pecahan gelas yang ditumpuk bersama-sama dengan piring kotor. Luka tersebut menganga lebar dengan darah yang tak henti-hentinya mengalir. Tentu saja saya panik dengan kejadian tersebut dan segera melarikan diri ke UGD (Unit Gawat Darurat) terdekat diantar suami.

Setelah mendapat penanganan seksama, dokter ahli syaraf mengatakan bahwa otot jempol saya ada yang terputus. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh untuk menyambung otot tersebut adalah dengan operasi. Jika tidak, jempol tangan kiri akan mengalami cacat, tidak bisa digerakan untuk selamanya. Innalillahi… saya tersentak dengan pernyataan tersebut.

Singkat cerita, operasi akhirnya dijalankan dan tangan kiri saya harus digips selama tiga minggu. Tentu saja dengan digips gerakan tangan kiri saya tidak sebebas seperti sebelumnya. Dengan tidak bisa bebasnya bergerak inilah, saya benar-benar merasa kehilangan nikmat Allah terbesar. Dalam menjalankan rutinitas sehari-hari yang sederhana sekalipun, seperti memasang kancing, retsleting di belakang baju atau bahkan menggunting kuku, saya harus meminta bantuan orang terdekat.

Pun ketika setelah tiga minggu gips tersebut dibuka, jempol saya tidak bisa langsung bergerak. Perlu waktu kira-kira tiga bulan untuk rehabilitasi mengembalikan fungsi otot tersebut. Jangankan untuk menekan, untuk menekuk saja jempol tersebut belum bisa. Saya disadarkan akan satu karunia tak ternilai, yang sebelumnya tidak pernah disadari yaitu bisa menggerakan jempol tangan.

Betapa selama ini saya lalai, tidak mensyukuri anugrah yang ada. Berkutat dalam ketidakpuasan atas kekurangan diri tanpa melihat kebaikan yang telah didapat. Lupa bahwa betapa banyaknya jumlah karunia dan nikmat yang telah Allah berikan. Tidak hanya nikmat fisik tapi juga nikmat sehat, nikmat keindahan, ilmu, kekuatan, hikmah dan beberapa nikmat lainnya yang tidak akan pernah bisa dihitung.

Allah Maha Pengasih, telah memberikan peringatannya melalui jempol ini. Saya sadar, sebenarnya diri ini telah berada dalam kenikmatan yang tiada tara. Allah telah memberikan kesempurnaan. Namun sayang, saya lupa untuk mensyukurinya dengan selalu merasa memiliki banyak kekurangan.

Saya teringat akan perkataan salah seorang shahabat Rasulullah saw bernama Abu Darda ra., "Barang siapa yang tidak melihat (merasakan) nikmat yang Allah berikan kepadanya kecuali hanya pada makanan dan minumannya, maka sesungguhnya ilmu (ma`rifat) nya sangat dangkal dan azab pun telah menantinya." Astaghfirullah… bergidik rasanya jika mengingat semua itu.

***

Hari ini, saya kembali memandang wajah di cermin. Masya Allah, begitu sempurnanya ciptaan Allah. Semua panca indera saya berfungsi dengan sempurna. Bagian internal tubuh saya dapat terus berfungsi dengan izin Allah tanpa pernah disadari.

Segala hal yang ada dalam tubuh saya, menunjukan betapa besarnya nikmat yang telah dikaruniakan Allah bagi jiwa yang sempurna. Suatu kesempurnaan yang tidak bisa ditiru oleh robot secanggih apapun buatan manusia. Selusup, berjuta rasa syukur saya ucapkan, Alhamdulillahi rabbil`alamin.

"Ya Allah, tolonglah hamba untuk dapat terus berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu." (HR Abu Daud dan Nasa’i)

– Sepenggal catatan aishliz et FLP Jepang –