Fondasi Bangunan Umat (2)

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90) وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلًا إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ (91) وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92) وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (93)

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (90) Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (91) Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu (92) Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (Annahl / 16 : 90-93)

Islam sangat menekankan masalah komitmen, tidak ada toleransi di dalamnya. Karena komitmen merupakan dasar kepercayaan yang tanpanya kontrak sosial menjadi rapuh dan hancur. Nash-nash al-Qur’an di sini tidak berhenti pada batas perintah komitmen dan larangan melanggar janji, tetapi melanjutkannya dengan membuat perumpamaan, menampilkan wajah buruk pelanggaran janji, dan meniadakan sebab-sebab yang terkadang digunakan sebagian orang sebagai justifikasi.

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (92)

Jadi, perumpamaan orang yang melanggar janji itu seperti wanita yang pandir, kacau pikirannya, lemah tekadnya. Wanita yang mengayam pintalannya lalu mengurainya dan membiarkannya putus dan terlepas! Setiap elemen dalam perumpamaan ini mengisyaratkan penghinaan, pelecehan, dan ungkapan heran, serta menampilkan pengingkaran janji itu sebagai sesuatu suram bagi jiwa dan buruk bagi hati. Itulah tujuannya, dan seorang yang mulia itu tidak rela dirinya menjadi seperti wanita yang lemah keinginannya, kacau pikirannya, dan menghabiskan hidupnya untuk hal-hal yang tidak perlu!

Sebagian orang menjustifikasi pelanggaran janjinya terhadap Rasulullah saw dengan alasan Muhammad dan orang-orang yang bersamanya itu sedikit jumlahnya, sementara orang-orang Quraisy banyak dan kuat. Maka dari itu, nash al-Qur’an mengingatkan mereka bahwa hal ini bukan alasan bagi mereka untuk menjadikan sumpah mereka sebagai kedok dan tipuan, yang pada akhirnya mereka meninggalkan sumpah tersebut: “Kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain..” Maksudnya, disebabkan suatu umat lebih banyak jumlahnya dan lebih kuat daripada umat lain, dan karena untuk mencari kepentingan dari umat yang lebih kuat itu.

Indikasi nash ini mencakup pelanggaran janji untuk merealisasikan apa yang sekarang disebut “kepentingan negara”. Sebuah negara mengadakan perjanjian bilateral dengan negara lain atau dengan sekumpulan negara, lalu melanggarnya karena ada negara yang lebih kuat, atau ada sekumpulan negara yang lebih kuat di barisan lain, dengan tujuan menjaga “kepentingan negara”! Islam tidak mengakui alasan demikian. Islam menegaskan perintah menetapi janji, dan tidak menjadikan sumpah sebagai alat menipu. Di sisi lain, Islam tidak mengakui perjanjian dan kerjasama dalam perkara yang bukan bagian dari kebaikan dan takwa, dan tidak memperkenankan terjadinya perjanjian atau kerjasama untuk berbuat dosa, fasik, dan maksiat, melanggar hak manusia, dan mengeksploitasi negara dan bangsa. Di atas dasar inilah komunitas Islam dan bangunan daulah Islam berdiri, sehingga dunia merasakan ketentraman, keyakinan, dan hubungan yang bersih antara individu dan negara ketika kendali umat manusia berada di tangan Islam.

Nash di sini menyebut alasan tersebut, dan mengingatkan bahwa terjadinya kondisi seperti ini, “Disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.” Hal tersebut merupakan ujian dari Allah untuk menguji keinginan mereka, moralitas komitmen, kehormatan, dan keengganan mereka untuk melanggar janji dimana mereka telah menjadikan Allah sebagai saksi: “Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu.”

Kemudian nash mengembalikan perselisihan yang terjadi di antara berbagai komunitas itu kepada Allah pada hari Kiamat, dimana pada waktu itu Allah membuat keputusan baginya: “Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”

Nash menganggap hal ini sebagai sarana pembinaan jiwa untuk memenuhi janji, bahkan terhadap orang-orang yang berseberangan dengan mereka dari segi pendapat dan akidah: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (93) Seandainya Allah berkehendak, maka Allah akan menciptakan manusia dengan satu potensi. Tetapi, Allah menciptakan mereka dengan potensi yang berbeda-beda, dengan unit-unit yang khas dan yang tidak terulang (tidak ada padanannya). Allah membuat aturan main bagi seseorang untuk memperoleh hidayah dan tersesat, yang dengan aturan main itu kehendak-Nya pada manusia berjalan, dan masing-masing bertanggungjawab atas apa yang dikerjakannya.

Jadi, perbedaan dalam masalah akidah itu tidak menjadi penyebab pelanggaran janji, karena perbedaan itu memiliki sebab-sebab tersendiri yang berkaitan dengan kehendak Allah. Perjanjian harus terjamin meskipun keyakinan berbeda-beda. Inilah puncak interaksi yang bersih dan toleransi beragama yang tidak bisa diwujudkan dalam realitas kehidupan kecuali oleh Islam dalam naungan al-Qur’an ini.