Februari 1949, Mengenang Kisah Syahidnya Imam Hasan Al-Banna

Tiba-tiba entah datang dari mana, dua lelaki tidak dikenal menyetop taksi dengan menghalangi jalannya. Tanpa banyak cakap, salah seorang di antaranya berjalan mendekati jendela tempat ustadz Abdul Karim duduk, dan memintanya membuka pintu taksi. Namun Ustadz Abdul menolak dan menahan pintunya. Dalam keremangan terlihat lelaki itu mengeluarkan pistol dan mengarah ke bagian dadanya. Ustadz Abdul Karim segera menghindar sehingga peluru mengenai sikut tangan kanannya. Terjadilah perkelahian antara keduanya, namun Ustadz Abdul Karim tak mampu berbuat banyak karena sudah kehabisan darah.

Hasan Al-Banna bersama KH. Agus Salim, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI berkat jasa dari Hasan Al-Banna dan IM

Lelaki yang lain yang juga berpistol mendekati Hasan Al-Banna. Dia juga memaksa membuka pintu taksi namun dihalangi. Akhirnya setelah kunci pintu itu ditembak, pintu taksi pun terbuka. Ia mengarahkan moncong pistol ke arah Hasan Al-Banna. Namun dengan cepat Hasan Al-Banna berlari menyelamatkan diri dengan berlari ke belakang, namun sebuah mobil lain sudah menunggu dan mendekatinya. Dari mobil tersebut terdengar berondongan tembakan mengarah ke tubuhnya. Dengan menahan sakit, Hasan Al-Banna berlari lagi kembali ke arah taksi dan memasukkan ustadz Abdul karim ke dalam taksi. Kaki Ustadz Abdul Karim menjulur ke luar pintu karena sudah tidak bisa digerakkan.

Dengan berteriak, Hasan Al-Banna memanggil Ustad Muhammad Laitsi yang mendekat dan berkata kepadanya,”Tulislah nomor mobil itu, 9979!″

Tiba-tiba seorang ellaki tinggi besar sudah berada di dekat mereka dan menyeringai, “Apakah kalian mau mencatat nomor mobil yang barusan saya naiki? Nomornya 9979.” Kemudian dia langsung pergi.

Hasan Al-Banna segera kembali masuk ke dalam kantor Syabanul Muslimin untuk meminta pertolongan. Di sana sudah banyak orang berkumpul. Akhirnya dengan taksi yang sama mereka membawanya ke rumah sakit terdekat. Awalnya sopir taksi menolak, namun akhirnya mau juga mengantar setelah dipaksa.

Di depan rumah sakit, sambil terus menahan sakit dari luka tembak yang dideritanya, Hasan Al-Banna membawa ustadz Abdul Karim dari mobil dan memasukannya ke dalam. Dokter datang untuk mengobati Hasan Al-Banna. Namun, beliau berkata,”Obati dulu Ustadz Abdul Karim karena kondisinya sangat parah.” Padahal yang paling parah dia sendiri.

Dokter pun mendatangkan ranjang pasien dan memindahkan keduanya ke salah satu kamar. Di kamar perawatan mereka dibiarkan saja tergeletak dan tidak dilakukan pertolongan medis yang cepat layaknya gawat darurat. Malah yang datang seorang Wakil Raja bernama Brigadir Jenderal Mustafa Wasfy. Dengan tertawa sinis dia berkata, ”Kalian belum mati juga wahai teroris?” Lantas dia pun pergi.