Sejarah Rahasia Iluminati: WTC 911 Conspiracies (3)

KEDUSTAAN YANG TERANG BENDERANG

Prof. Dr. Steven Earl Jones adalah Guru Besar Departemen Fisika dan Astronomi pada Birgham Young University, AS. Pria kelahiran Amerika, 25 Maret 1949, ini memperoleh gelar Doctor Bidang Fisika dan Matematika dari University of Vanderbilt di usia 29 tahun. Kredibilitas kelimuannya sungguh tidak bisa diremehkan. Peneliti senior pada berbagai lembaga penelitian yang telah menyabet berbagai penghargaan bergengsi tingkat dunia ini meragukan bahwa Menara Kembar WTC ambruk gara-gara ditabrak pesawat terbang. “Mengapa Menara WTC 7 yang memiliki 47 lantai dan tidak terkena serangan pesawat juga ikut-ikutan rubuh?” selidiknya

Dalam sebuah seminar di Birgham Young University, AS, pada 22 September 2005, di hadapan peserta yang berasal dari Departemen Fisika, Mechanical Engineering, Civil Engineering, Electrical Engineering, Psikologi, Geologi, dan Departemen Matematika, Profesor Jones membantah teori versi pemerintah AS soal rubuhnya Menara WTC yang diklaim diakibatkan oleh tumbukan pesawat terbang. “Saya akan mengemukakan bukti baru berupa hipotesa kehancuran akibat ledakan,” tegas Prof. Jones.

Hipotesa ini diambil berdasar keraguannya sebagai seorang pakar yang meyakini bahwa Menara kembar WTC yang dibuat dari rangka baja dan konstruksi tahan gempa bisa dirubuhkan hanya dalam waktu singkat. Keraguannya ini seolah mendapatkan pembenaran tatkala membaca pengakuan-pengakuan saksi mata yang berada di lokasi sekitar menara WTC saat kejadian.

Edward Cahcia, seorang Fire Fighter (Pemadam Kebakaran) yang bertugas dekat sekali dengan lokasi tanpa mengisahkan kembali apa yang dialaminya. “…kami pikir seperti ada ledakan-ledakan, karena bunyinya, buum.. buum.., buuum, dan kemudian menara itu ambruk… ledakan itu ada di lantai bawah, bukannya di antai yang ditubruk pesawat.”

Petugas pemadam kebakaran yang lain juga mengaku melihat kilatan cahaya dan ledakan-ledakan di lantai atas dekat pesawat dan juga di bawah gedung WTC2 sebelum keruntuhannya.

Apalagi saat liputan langsung, reporter FOX News memberitakan sepersekian nyaris bersamaan dengan runtuhnya gedung, “…ada sebuah ledakan di bagian bawah gedung… asap putih keluar dari dasar… sesuatu telah terjadi di lantai bawah! Lalu ada lagi ledakan…!

Prof. Jones menyatakan, menara WTC7 yang terdiri dari 47 lantai tidak dihantam pesawat, hanya terbakar karena rembetan dari Menara Kembar WTC. Setelah 7 jam terbakar, WTC7 ambruk, padahal struktur gedung WTC7 yang diletakkan secara asimetris disangga 24 kolom baja berkualitas tinggi yang tahan api. Hukum Kedua Thermodynamics menjelaskan kecil sekali kemungkinan adanya keruntuhan total secara simetris karena api. Keruntuhan itu baru bisa terjadi jika ‘dihancurkan’ oleh bom atau “controlled demolition”.  Belum pernah ada dalam sejarah, gedung berstruktur baja kualitas wahid bisa runtuh secara simetris hanya karena kobaran api yang tidak terkendali.

Jika WTC7, berdasarkan rekaman para saksi mata, memperlihatkan kilatan cahaya ledakan di bagian bawah gedung, maka untuk Menara kembar WTC, kilatan cahaya terlihat di bagian bawah dan atas gedung. Hasil analisa pakar pemadam kebakaran yang dimuat dalam Fire Engineering Journal juga menolak anggapan pemerintah. Mereka memastikan bahwa kerusakan struktural akibat hantaman pesawat dan ledakan minyak pesawat  tidak cukup mampu untuk merobohkan bangunan menara seperti WTC.

Pandangan Prof. Jones juga didukung oleh Thomas W. Eagar dan Christopher Musso. Eagar adalah seorang Guru Besar Materials Engineering and Engineering Systems, sedangkan rekannya, Musso, adalah peneliti pada Massachussetts of Technology. Kedua pakar ini menyatakan, “…menara WTC yang dibangun pada pertengahan 1960-an, tiap menaranya memiliki luas 64 meter persegi, tinggi 411 meter di atas permukaan jalan dengan kedalaman 21 meter di bawah tanah. Total berat struktur bangunannya 500.000 ton.

Gedung ini dirancang untuk mampu menahan angin berkecepatan 225 km/jam dan sanggup menahan tiupan badai yang bobotnya melebihi 30 kali berat pesawat terbang. Tapi apa lacur, hanya dengan satu tumbukkan pesawat terbang, gedung itu runtuh. Ini sangat ganjil.”

Sejumlah laporan memperkirakan bahwa bahan alumunium dari badan pesawat turut terbakar dan karenanya menghasilkan panas yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan struktur baja gedung itu. “Memang, alumunium bisa saja melebur dalam kondisi panas tertentu, namun seharusnya nyala api berwarna putih dan menyimpan hawa panas. Tetapi nyala api yang terjadi di gedung WTC tidak menunjukkan tanda-tanda seperti ini. Pembersihan puing-puing WTC diperkirakan memakan waktu berbulan-bulan, tetapi nyatanya upaya pembersihan berlangsung dengan cepat. Malah sisa-sisa baja yang menjadi penyangga struktur bangunan WTC begitu cepat disingkirkan. Bahkan, sebelum sempat dilakukan uji lapangan untuk meneliti kegagalan fungsi baja dalam menyangga gedung itu,” tambah mereka. (Bersambung/Rizki Ridyasmara)