Halalkah “Angpao” bagi Wartawan?

Assalamualaikum wr. wb.

Pak Ustadz yang semoga selalu dirahmati ALLAH SWT, ada pertanyaan yang hingga kini mengganjal di benak saya. Yakni masalah kehalalan uang "angpao" bagi wartawan.

Saya bekerja di media massa harian, kebetulan di bidang olahraga. Biasanya setiap kali meliput, terutama kegiatan press conference (jumpa pers) pihak pengundang selalu memberikan souvenir serta "angpao", jumlah uang dalam angpao terbut tidak terlalu besar, kisarannya antara 50-200 ribu rupiah. Pihak pengundang menyatakan untuk sekedar pengganti bensin.

Betul atau tidak pengundang tersebut memberi angpao untuk pengganti bensin, saya tidak tahu pasti. Atau jangan-jangan angpao tersebut untuk menyuap secara terselubung agar beritanya yang berbau promosi diberitakan? Saya kurang tahu, yang jelas, terkadang ada pengundang yang kemudian menelpon menanyakan apakah beritanya sudah dimuat atau belum, karena koran saya koran daerah sehingga sulit di dapat, mereka meminta dibawakan beritanya, dengan alasan untuk kliping mereka.

Yang ingin saya tanyakan apakah angpao tersebut halal atau haram? Dari kantor, saya mendapat gaji total 1,8 juta. Pihak kantor tidak melarang wartawannya secara langsung agar tidak menerima angpao, tetapi di bawah boks redaksi ditulisi "WARTAWAN KAMI DILARANG MENERIMA ATAU MEMINTA APAPUN DARI NARA SUMBER."

Saya mohon jawabannya, karena banyak teman-teman seprofesi yang bertanya kepada saya status uang dalam angpao tersebut. Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum wr. wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Angpau yang diterima wartawan dari nara sumber itu hukumnya sangat erat dengan institusi tempatnya bekerja. Dalam hal ini barangkali dengan pihak perusahaan penerbitan atau dengan pimpinan redaksi.

Intinya, apabila pihak perusahaan tempat wartawan itu bekerja membolehkannya menerima angpau, maka hukumnya cenderung membolehkan. Sebaliknya, bila perusahaan secara tegas melarangnya, apalagi sampai ada surat perjanjian dan ancaman hukuman, tentu saja menjadi tidak boleh.

Bila pihak perusahaan membolehkan, tentu harus jelas aturan mainnya. Apakah uang itu menjadi mutlak milik wartawan yang bersangkutan, ataukah wartawan itu harus menyetor kepada atasannya. Sehingga nanti perusahaan punya kebijaksanaan tersendiri atas uang itu. Misalnya untuk menyumbang fakir miskin, anak yatim, atau untuk kepentingan sosial yang lainnya. Atau mungkin dibagikan kepada para wartawan sebagai bonus.

Namun bila ternyata di kotak redaksi tertulis larangan menerima atau meminta apapun dari nara sumber, tentunya pihak pimpinan harus konsekuen. Yaitu dia harus memberlakukan aturan itu kepada para wartawannya. Dia tidak boleh melanggar pernyataannya sendiri, kalau tidak mau dikatakan sebagai pendusta.

Pendeknya, halal tidaknya angpau tersebut, akan kembali kepada pihak managemen di mana wartawan tersebut bekerja. Prinsip umum yang berlaku adalah:

المسلمون عند شروطهم

Orang Islam itu terikat pada kesepakatan (syarat) yang telah ditetapkannya. (Al-Hadits)

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.