Perang Libanon v.s. Israel, Arab Saudi Kok Diam?

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pak Ustadz, langsung saja. Saya sedih kok negara-negara yang termasuk dalam liga Arab terutama Arab Saudi diam seribu bahasa, tidak ada tindakan apapun. Apa ini yang disebut dengan hadist Rasullulah: bahwa ketika orang Islam sudah cinta dunia dan takut mati. Takut berperang dengan Bangsa (Iblis) Israel. Saya tidak tidak mau mencantumkan beberapa hadist tentang "ketakutan" untuk perang dengan bangsa Israel, semua hadist tentang Israel alias Yahudi sangat relevan…. BAHWA ORANG-ORANG ARAB, KUWAIT.. dan lain-lain yang sudah kaya raya takut MEMBELA SAUDARA KITA DI LIBANON, KARENA MEREKA SUDAH DILIPUT PERASAAN CINTA DUNIA.. TAKUT MATI….. MANA FATWA-FATWA ULAMA ARAB SAUDI SEPERTI SYEKH AL-BANNI TENTANG FATWA TENTANG BANGSA ISRAEL…. jangan-jangan Arab Saudi, Kuwait dkk. juga mendukung ISRAEL untuk menggempur LIBANON dan PALESTINA yang sangat tidak setuju dengan perjuangan HAMAS dan HIZBULLAH.

Mohon bahasan khusus Ustadz tentang permasalahan konflik Timur-Tengah. Terima kasih.

Wassalam,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Selama kita umat Islam ini memandang bahwa perang yang terjadi hanya antara Israel dengan Libanon, maka wajar saja bila negara Islam lain kelihatannya pura-pura tidak tahu.

Dan memang inilah maunya Israel, ketimbang harus berhadapan dengan 1.5 milyar umat Islam, lebih baik mereka menjalankan politik pecah belah. Dengan demikian, menjadi sangat mudah bagi Israel untuk melumat umat Islam sejengkal demi sejengkal. Dan memang itu adalah grand design yang mereka kehendaki.

Adapun kenapa ulama Saudi diam saja, sebenarnya tidak juga. Banyak ulama di negeri itu yang vokal dan menyerukan jihad melawan Israel. Sedangkan Syeikh Bin Baz dan Syeikh Al-Bani sudah menghadap Allah SWT. Seandainya masih hidup, insya Allah mereka tidak akan tinggal diam kalau menyaksikan kebrutalan Israel.

Mungkin kalau ulama di bawah otoritas kerajaan kelihatan diam saja, tentu amat wajar. Mana ada sih pemerintahan di negeri muslim ini yang bisa benar-benar independen? Kalau tidak terlalu berlebihan, boleh kita bilang nyaris semua pemerintahan negeri-negeri muslim di dunia seperti terjerat lehernya di bawah telapak kaki Yahudi.

Pantas kalau mereka pun menjerat leher para ulama yang berada di tangan mereka. Jangan kita sangka bahwa mereka bahagia. Tidak, mereka pun ikut sedih, paling tidak kesedihan itu ada dalam lubuk hati yang paling dalam. Tapi apa mau dikata, semua ini adalah sebuah ‘harga’ bagi masing-masing penguasa di negeri Islam itu, kalau tidak mau di-SADDAM-kan.

Buat Amerika dan tuannya, Israel, tidak boleh ada pemerintahan di dunia ini yang boleh bebas dari hegemoni mereka, bahkan hingga masalah hukum di dalam negeri masing-masing. Semua telah diikat erat-erat sehingga tidak satu pun yang bisa bergerak. Bergerak sedikit resikonya tidak tanggung-tanggung, negeri ini bisa diboikot habis-habisan, bahkan ditudur teroris, anti HAM, atau dituduh menyimpang senjata kimia atau macam-macam lagi.

Dunia Islam baik rakyat dan pemerintahannya sebenarnya tawanan yang sedang menunggu giliran dieksekusi mati. Semua tangan dan kaki mereka diikat, mulut mereka disumpal. Lalu satu persatu digebuki sampai mati. Kalau kita melihat saudara kita sedang mendapat giliran disiksa sampai mati, tidak satu pun di antara kita yang boleh menoleh, apalagi berkomentar atau melawan. Pasti akan segera mendapat giliran berikutnya.

Maka amat wajar bahwa banyak ulama pemerintah yang duduk manis, diam saja, atau malah pura-pura tidak tahu penderitaan saudaranya. Mungkin akan lebih bebas dan lebih vocal adalah rakyatnya, yang bebas berujuk rasa. Atau para ulama yang tidak terikat kebijakan para penguasa. Mereka mungkin lebih independen, lebih nyaring vokalnya, tapi ada resikonya, yaitu sewaktu-waktu bisa saja di-dor di tempat atau berakhir di tiang gantungan.

Konyolnya, semua itu bukan langsung dieksekusi oleh lawan, tetapi seringkali meminjam tangan sesama muslim, yaitu para penguasa kaki tangan penjajah. Bukankah Hasan Al-Banna dan Sayyid Qutub sudah membuktikannya? Sayangnya, banyak ulama hari ini yang tidak seberuntung mereka. Menyongsong kematian dengan senyuman, syahid fi sabilillah.

Di luar para ulama yang shalih itu, baik yang terikat mau pun yang independen, memang ada segelintir kalangan yang tidak termasuk kategori ulama umat, melainkan tokoh kelompok kecil tertentu, yang justru sangat menguntungkan penjajah. Mungkin niat mereka ikhlas, tapi akibatnya sangat merugikan umat Islam. Mereka seringkali mencaci-maki para pejuang Islam, bahkan menudingnya sebagai ahli bid’ah, khawarij bahkan teroris.

Sadar atau tidak, apa yang mereka lakukan itu memang sangat menguntungkan Yahudi dan Amerika. Sebab kedua musuh Allah itu tidak perlu sudah payah membasmi secara langsung, cukup dengan meminjam tenaga kelompok ini untuk meruntuhkan perlawanan umat Islam dari dalam.

Gaya ini sebenarnya cukup kuno, sebab dari dulu Belanda sudah menjalankannya. Tetapi terbukti masih sangat efektif untuk melemahkan umat Islam. Yang menarik, adanya pengkhianatan seperti ini selalu saja terjadi di setiap waktu dan di setiap tempat.

Entah mereka menyadari atau tidak, tapi yang jelas apa yang mereka lakukan itu sangat merugikan umat. Dan memang teramat menyakitkan, karena nyaris semua orang yang tidak ikut dalam barisan mereka caci maki bahkan dianggap sesat. Namun kelompok ini terlalu kecil untuk dipusingkan, sebab bukan hanya jumlahnya sedikit, banyak orang yang awalnya tertarik, lama kelamaan semakin menjauhinya. Karena akhlaq dan paham mereka yang sangat kontrovesial.

Namun biar bagaimana pun mereka adalah muslim saudara kita juga. Tentunya perlu diajak duduk baik-baik untuk diarahkan dengan cara yang hikmah.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.