Hati-Hati Bertransaksi dengan Bank dan Institusi Keuangan Eropa

AS makin memperluas imperialisme dengan cara menguasai data dan informasi rekening bank maupun transaksi keuangan yang dilakukan warga dunia. Agen-agen intelejen AS sebentar lagi akan lebih leluasa untuk memantau semua aktivitas keuangan di negara-negara yang menjadi anggota Uni Eropa.

Para menteri dalam negeri dan pejabat keamanan dari 27 negara anggota Uni Eropa akan menggelar pertemuan pada Senin (30/11) untuk memberikan legalitas pada para agen intelejen AS dalam mengakses data bank dan transaksi keuangan di seluruh negara anggota Uni Eropa.

Uni Eropa sebenarnya secara diam-diam sudah memberikan keleluasaan bagi intelejen AS untuk memantau rekening bank dan transaksi keuangan itu, dengan dalih sebagai bagian perang melawan terorisme. Namun operasi intelejen itu terbongkat pada tahun 2006 dan memicu kemarahan masyarakat Uni Eropa yang menilai AS telah melakukan invasi ke data pribadi milik mereka.

Spiegel Online dalam laporannya menyebutkan bahwa menteri-menteri dalam negeri Uni Eropa tak mampu melawan tekanan yang dilakukan Menlu AS Hillary Clinton dan para dubes AS di Uni Eropa yang terus menerus membujuk pemerintahan negara-negara di blok Eropa itu seperti layaknya seorang "sales people".

"Mereka (AS) melangkahi semua etika moral dan politik," kata salah seorang menteri luar negeri negara Uni Eropa.

Sejumlah negara Eropa, seperti Jerman dan Austria awalnya menentang jika Uni Eropa memberi ijin bagi intelejen AS untuk memata-matai rekening bank dan transaksi keuangan negara-negara Uni Eropa. Tapi belakangan, Mendagri Jerman Thomas de Maizière yang berasal dari pemerintahan koalisi yang baru di Jerman menyatakan bahwa dirinya tidak akan menghalang-halangani keinginan AS.

Tindakan AS menekan negara-negara dunia agar mau bekerjasama membuka data rahasia publik dalam bentuk rekening bank dan transaksi keuangan, oleh banyak analis dinilai sebagai salah satu upaya AS untuk mewujudkan keamanan bagi negaranya.

Campur tangan AS dalam sistem perbankan Uni Eropa diawali dengan tindakan Negeri Paman Sam itu mendapatkan data milik ban-bank swasta secara ilegal dari Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT), sebuah lembaga yang membawahi lebih dari 8.000 institusi keuangan di lebih dari 200 negara. Kerjasama lembaga ini bukan dalam bentuk operasional perbankan tapi lebih pada kerjasama pertukaran pesan jaringan finansial bertaraf internasional. Keberadaan SWIFT terdaftar di Belgia tapi satu dari dua komputer server utama lembaga ini ditempatkan di AS.

AS memutuskan untuk memata-matai rekening bank dan transaksi keuangan dunia setelah terjadi serangan 11 September 2001. AS mengklaim berhasil membongkar data bank para tersangka yang terlibat dalam serangan itu lewat server SWIFT yang ada di AS. Setelah itu, pemerintah AS dan lembaga intelejennya seperti CIA dan FBI memprovokasi bank-bank besar untuk menekan SWIFT agar mau "dengan suka rela" menyerahkan jutaan datanya pada AS, meski hal itu ditentang oleh para praktisi hukum dan sejumlah politisi karena intelejen-intelejen AS akan leluasa mengakses data dan informasi finansial yang sifatnya pribadi. (ln/prtv)