Wikileaks Akan Rilis Video Baru tentang Pembantaian Pasukan AS di Afghanistan

Pendiri situs WikiLeaks mengatakan bahwa dirinya akan merilis rekaman rahasia lain terkait serangan militer AS terhadap warga sipil Afghanistan, di mana dalam rekaman baru yang akan ia rilis tersebut menggambarkan pesawat tempur Amerika melakukan "pembantaian" terhadap warga sipil Afghanistan.

Pendiri situs Wikileaks Julian Assange mengatakan dia telah memperoleh sebuah video tentang pembunuhan yang dilakukan militer AS di sekitar desa Afghanistan timur Gerani pada tahun 2009 di mana lebih dari 140 warga sipil Afghanistan, termasuk 92 anak-anak, dibantai, media Inggris melaporkan pada hari Rabu (16/6).

"Klip video akan menampilkan cuplikan file top secret dari sebuah pesawat tempur AS yang telah disadap untuk membom posisi Taliban di provinsi Farah, Afghanistan tahun lalu," surat kabar Inggris, The Daily Telegraph mengutip email yang dikirimkan ke pendukung WikiLeaks.

"Pemerintah Afghanistan mengatakan pada saat pembantaian yang dilakukan oleh pesawat tempur F-18 dan B1 dekat Gerani telah membunuh 147 warga sipil. Satu penyelidikan Afghanistan independen kemudian menempatkan jumlah yang tewas ‘hanya’ 86," tambah surat kabar tersebut.

Assange sendiri ketakutan karena websitenya mungkin akan diserang setelah otoritas AS yang mengatakan bahwa mereka mencari pendiri situs menyusul ditangkapnya seorang tentara AS yang dituduh membocorkan video Afghanistan dan serangan AS lain di ibukota Baghdad Irak di mana sejumlah warga sipil lainnya tewas, The Guardian, harian Inggris lain melaporkan Rabu kemarin.

WikiLeaks sebelumnya telah merilis sebuah video pada bulan April lalu yang memicu perhatian seluruh dunia atas pembantaian militer AS di Irak terhadap warga sipil.

Website ini dilaporkan sedang mempersiapkan film baru tentang pemboman desa Afghanistan yang digambarkan oleh media Inggris sebagai berpotensi mengerikan.

Para pejabat militer Amerika awalnya mengatakan bahwa mereka telah membombardir benteng pejuang taliban Afghanistan tetapi kemudian mengakui adanya kesalahan dalam serangan tersebut.

Amerika Serikat dilaporkan telah menggunakan senjata pembunuhan massaldalam operasi itu, termasuk 1.000 kilogram bom dan senjata lain yang meledak sebelum sampai ke tujuan yang bertujuan untuk memaksimalkan korban.(fq/prtv)