Dr. Kuntowijoyo: Radikalisasi Pancasila

Tulisan ini mencoba memberi ruh baru itu. Pertama-tama akan dikemukakan kriteria keberadaan Pancasila dan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan Orla dan Orba, agar penyelewengan serupa tidak terjadi lagi. Kemudian tiba giliran untuk membicarakan ruh baru yang kita sebut radikalisasi Pancasila.

(Tulisan ini akan menyingkat Ketuhanan Yang Maha Esa dengan Ketuhanan, Kemanusiaan yang adil dan beradab dengan Kemanusiaan, Persatuan Indonesia dengan Persatuan, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dengan Kerakyatan, dan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia dengan keadilan Sosial).

Penyelewengan-penyelewengan keberadaan Pancasila dapat diukur melalui tiga kriteria, yaitu konsistensi, koherensi, dan korespondensi. Konsistensi berasal dari bahasa Latin consistere yang berarti “berdiri bersama”. Jadi konsistensi artinya “sesuai”, “harmoni”, atau “hubungan logis”.

Satu sila dalam Pancasila harus mempunyai hubungan terpadu, teks dengan teks, dengan dokumen-dokumen lain seperti UUD, Penjelasan UUD, Keputusan MPR, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah, dan pernyataan pejabat. Koherensi berasal dari bahasa Latin cohaerere yang berarti “lekat satu dengan lainnya”.

Jadi koherensi ialah satu sila dalam Pancasila harus terkait dengan sila lainnya, tidak boleh terlepas. Sila Kemanusiaan harus terkait dengan sila persatuan, sila Ketuhanan harus terkait dengan sila Kerakyatan, dan sila Keadilan Sosial harus terkait dengan sila Kemanusiaan. Korespondensi berasal dari dua kata Latin, yaitu co yang artinya “bersama” dan respondere yang berarti “menjawab”. Jadi korespondensi ialah samanya teori dengan praktik, murni dengan terapan.

Dari ketiga kriteria itu dapat dilihat apakah Pancasila dalam suatu kurun sejarah mempunyai konsistensi, koherensi, dan korespondensi atau tidak. Kita lihat apa yang tertulis, dipikirkan, dikatakan, dan diperbuat Orla dan Orba.

Orla ternyata tidak konsisten terhadap Pancasila. Pancasila yang aslinya mempunyai lima sila itu diperas menjadi tiga, disebut Trisila, dan diperas lagi menjadi satu sila, disebut Ekasila. Anehnya, Ekasila ialah Gotong Royong di mana sila-sila yang lain hilang. Kata lain dari gotong royong ialah kolektivisme. Seperti diketahui kolektivisme adalah faham komunisme.