Erdogan, Islamisasi, dan Sekularisme

Dalam sebuah diskusi lulusan Turki pernah bercerita, di masa rezim Sekuler Kemalis untuk berdakwah di kota-kota dilakukan bersembunyi-sembunyi seperti di dalam Taksi dengan cara berbincang-bincang, sementara di desa-desa bisa sedikit lebih longgar dilakukan di kebun-kebun atau ladang.

Kondisi Keislaman di Turki dapat sedikit demi sedikit berubah, ketika beberapa kali kekuasaan berhasil di rebut kaum Islamis hingga masuk ke zaman Erdogan.

Kekuasan menjadi sangat efektif melepas belenggu sekulerisme ekstrim dan represif di Turki, sehingga azan bisa kembali berkumandang dengan bahasa Arab, sekolah agama bisa hidup kembali, kajian ilmu agama bisa bebas dilakukan, jilbab diperbolehkan di ruang publik, birokrasi, dan politik.

Bahkan, Turki hari ini bisa berperan dan berkontribusi untuk dunia Islan dalam kancah Internasional di segala bidang, seperti sosial, dakwah, budaya, politik, dan militer.

Maka, sangat disayangkan bila sebagian umat Islam mengusung jargon “Tinggalkan Politik, sibukkan dengan majelis Ilmu” sembari menuding gerakan-gerakan politik umat Islam hanya bertujuan mencari kekuasaan duniawi, bukan menegakkan Tauhid.

Kalau seandainya mereka hidup di era kekuasaan Kemalis di Turki, tentu mereka sadar bahwa duduk-duduk di majelis Ilmu saja tidak cukup untuk merubah keadaan, bahkan Majelis ilmunya saja dilarang. Perlu dilakukan terobosan perjuangan, diantaranya melalui jalur kekuasaan.