Luka Hati Rakyat Yang Semakin Dalam

Yang Kristis Dipenjarakan

Kini penguasa senang berutang. Bahkan menyembunyikan hutang hingga Rp. 921 trilliun (Indef,2020). Hingga akhir Desember 2020, Indonesia tercatat memiliki hutang sebesar Rp 6.074,56 triliun (Kemenkeu,2020). Angka itu setara dengan 38,68 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Dibandingkan 2019, nilai utang Indonesia meningkat Rp 1.296 triliun atau 27,1 persen. Utang yang besar itu akan terus bertambah. Tahun ini bisa sampai Rp. 7.000 triliyun lebih. Pemerintah terjebak gali lobang tutup goa. Bayar cicilan utang dengan membuat hutang baru. Makin menyakitkan lagi hasil hutang itu yang dikorupsi, sementara rakyat yang menanggung cicilan utangnya. Sadis amat penguasa.

Rakyat kembali menjadi korban atas keserakahan dan tata kelola negara yang buruk dan korup tersebut. Rakyat menanggung beban untuk bayar hutang dan bunga hutang sampai lebih dari 50 tahun ke depan. Sementara penguasa bersama jaringan mafia oligarki dan konglomerasi culas, licik, picik dan tamak berpesta pora dengan mengeruk uang rakyat di APBN yang hampir separuhnya dari hutang.

Korupsi uang Bantuan Sosial (Bansos) adalah faktanya. Itu fakta yang tidak bisa dibantah. Sementara rakyat semakin menderita. Disaat yang sama rakyat juga tertindas. Dibungkam suara rakyat dengan berbagai cara. Diretas media digitalnya, dilaporkan, ditangkap dan dipenjara, termasuk dipaksa swab test dan karantina agar tidak ada lagi suara-suara kritis.

Apakah rakyat akan selamanya diam? Diam atau melawan? Luka hati rakyat yang tertindas memang sangat menyakitkan! [FNN]

Penulis adalah Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta.