Pilkada di Tengah Pandemi untuk Siapa?

Eramuslim – Keputusan pemerintah untuk tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (pilkada) di 270 daerah pada 9 Desember 2020 d tengah pandemi Covid-19 sepertinya sudah final. Sulit untuk dibatalkan.

Masukan dari berbagai ormas besar agar pilkada tahun ini ditunda demi keselamatan rakyat, seperti NU dan Muhammadiyah, tidak banyak berpengaruh lagi. Pemerintah tetap pada keputusannya dengan beberapa alasan, sebagaimana yang disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD.

Ada satu hal yang membuat saya tertarik untuk mengulas alasan pemeririntah ini, yaitu masalah hak-hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih, yang saya kaitkan dengan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi (salus populi suprema lex esto) yang menjadi alasan penolakan dari ormas, kelompok mayarakat, dan tokoh berpengaruh lainnya. Terlebih, Mahfud MD menyatakan bahwa beberapa negara yang mengalami pandemi Covid-19 juga telah melakukan pemilu.

Iya, Mahfud MD benar. Beberapa negara, terutama di Asia, telah melaksanakan pemilu pada tahun 2020 ini di tengah pandemi Covid-19, seperti Mongolia, Malaysia, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan, walau dengan penuh kesulitan. Namun, salah satu persoalan yang menarik mengenai pemilu di tengah pandemi ini yang sudah dilaksanakan oleh negara-negara di Asia tersebut adalah masalah tingkat partisipasi dan legitimasi.