“Myanmar Seperti Rumah Jagal, Orang-Orang Dibunuh Setiap Hari Seperti Binatang”

Daerah Mindat juga menghadapi darurat kemanusiaan setelah Tatmadaw merespons pertahanan sipil dengan menyerang kawasan penduduk pada pertengahan Mei dan memblokir persediaan makanan dan air untuk para pengungsi. Tatmadaw juga dituding menangkap warga sipil dan memanfaatkan mereka sebagai perisai manusia untuk menghadapi para pejuang perlawanan sipil ini.

Salai Vakok mengatakan serangan tersebut telah memperkuat tekadnya untuk terus berjuang, tapi saat ini dia masih dalam masa pemulihan setelah terluka akibat tembakan artileri bulan lalu.

“Ketika saya sembuh, saya telah membuat keputusan bulan untuk tetap berjuang apapun yang terjadi sampai rezim kalah,” ujarnya kepada Al Jazeera.

Taktik gerilya
Kelompok perlawanan di wilayah perkotaan juga mulai tumbuh, sebagian besar karena hasil dari anak-anak muda yang telah bersatu dalam jaringan bawah tanah setelah menghadiri kamp pelatihan singkat dengan kelompok etnis bersenjata di hutan. Sekembalinya ke kota, mereka mengadopsi taktik gerilya termasuk pemboman, pembakaran dan pembunuhan yang ditargetkan, termasuk orang-orang yang dicurigai sebagai informan atau orang-orang yang bersekutu dengan militer.

Majalah Frontier Myanmar melaporkan setidaknya ada 10 sel pemberontak perkotaan di kota-kota utama Myanmar, sementara Radio Free Asia menghitung lebih dari 300 ledakan sejak kudeta, sebagian besar di kantor polisi dan pemerintah dan fasilitas lain yang terhubung dengan rezim.

“(Militer) menindas kami dengan senjata. Haruskah kami berlutut atau haruskah kami melawan balik? Jika kami melawan dengan hanya hormat tiga jari, kami tidak akan pernah mendapatkan apa yang kami inginkan,” jelas Gue Gue (29), seorang dokter dan anggota perlawanan bawah tanah di Yangon.

“Kami tidak dipersenjatai karena pilihan; ini karena kami tidak bisa mendapatkan apa yang kami inginkan dengan memintanya secara damai.”

Tapi dia mengatakan dia terus menerus hidup dalam ketakutan karena informan.

“Kami di perkotaan harus hidup sembunyi-sembunyi atau kami bisa dibunuh. Kami tidak bisa tidur nyenyak,” kata Gue Gue.

Kekhawatiran lain bagi para pejuang perlawanan adalah keluarga mereka: Sejak kudeta, setidaknya 76 orang telah ditahan ketika pasukan keamanan tidak dapat menemukan orang yang mereka ingin tangkap, menurut kelompok dokumentasi hak asasi manusia.

“Saya bilang ke orang tua saya kalau militer mencari saya, agar mengatakan mereka mencoba meyakinkan saya agar tidak mengangkat senjata, tetapi saya tidak mendengarkan,” kata Salai Vakok.

Dia telah memutuskan kontak dengan keluarganya sejak dia bergabung dengan kelompok perlawanan, tetapi mendengar keluarganya termasuk di antara ribuan orang yang terlantar akibat bentrokan di Mindat dan sekarang bersembunyi di hutan.

Rumah jagal
Pada 14 Maret, Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) yang terdiri dari anggota parlemen terpilih yang digulingkan dalam kudeta, mengumumkan dukungannya bahwa warga sipil berhak membela diri. Pada 5 Mei, pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang ditunjuk CRPH mengumumkan pembentukan Angkatan Pertahanan Rakyat tingkat nasional, pendahulu Tentara Federal yang akan menyatukan kelompok-kelompok etnis bersenjata negara itu dan pasukan pertahanan sipil di bawah komando pusat. Namun, saat ini, sebagian besar kelompok beroperasi secara independen atau dalam aliansi yang lebih kecil.

Wakil Menteri Dalam Negeri NUG, Khu Te Bu, mengatakan kepada Al Jazeera, dia memperkirakan pertempuran di seluruh negeri akan memburuk dalam beberapa pekan dan bulan mendatang tetapi khawatir pasukan pertahanan sipil kalah senjata dan tidak memiliki pelatihan yang cukup untuk mengalahkan Tatmadaw.

“Mereka menggunakan senjata rakitan tangan, tetapi mereka tidak dapat melindungi rakyat dari militer yang telah mempersiapkan diri dan membangun pasokan senjatanya selama bertahun-tahun,” jelasnya.

Pada 26 Mei, NUG mengumumkan kode etik. Ditujukan kepada semua kelompok perlawanan bersenjata, disebutkan bahwa para pejuang dilarang melukai warga sipil dan meminimalkan kerusakan tambahan.

Khu Te Bu berharap kelompok perlawanan dapat bersatu melawan musuh bersama, dan mengatakan NUG memiliki peran penting dalam memastikan kelompok tersebut memiliki kesadaran yang kuat tentang aturan perang, termasuk bagaimana melindungi warga sipil dan menangani tahanan perang.