Bilang Iuran BPJS ‘Cuma’ 5000/Hari, Emang Gaji Rakyat 200 Juta Kayak Ente?

Jika satu KK itu yang bekerja hanya ayah, dengan penghasilan minimum (untuk dibuat rata-rata saja), misalnya 2.500.000,- per bulan, maka porsi pungutan BPJS sebesar 600.000 itu telah mengambil porsi 40 % lebih dari total penghasilan.

Padahal, kebutuhan keluarga kan tidak hanya untuk membayar BPJS? Ada bayar listrik, kontrak rumah, beli sembako, transportasi, pendidikan anak, dll. Apa cukup dana 2.500.000 dikurangi 600.000 untuk biaya hidup keluarga dengan jumlah 4 orang dalam satu bulan?

Kalau buat direktur BPJS yang penghasilannya 200.000.0000,- per bulan mah ga kerasa iuran 5000 perak per hari. Misalnya, Kalau dirut BPJS punya 4 anggota keluarga, iuran BPJS per bulan sama dengan 600.000.

Angka 600.000 terhadap penghasilan 200 juta itu tidak ada apa-apanya. Tidak sampai 1 %, bahkan dibawah 0,5 % dari total penghasilan dirut BPJS. Jadi, dirut BPJS itu Kalao ngomong pungutan BPJS  5000 per hari kecil itu bagi orang yang penghasilannya 200 juta per bulan. Bagi rakyat kecil yang cuma UMR, kadang dibawah UMR jauh, itu pungutan BPJS berat sekali.

Harusnya ketika menjelaskan BPJS iuran ringan, itu dirut BPJS bilang begini “saya gaji di BPJS 200 juta, tapi saya hanya ambil lima juta. Sisanya, saya kembalikan untuk menolong keluarga tidak mampu” begitu baru keren.

Ini sudah menaikan tarif, meledek iuran ringan dianalogikan cuma 5000 perak per hari, tapi tidak empati kepada rakyat. Hei dirut BPJS coba cek ke BPS berapa penghasilan rata-rata rakyat? Jangan asal ngomong.

Kalau rakyat di negeri ini, setiap keluarga penghasilannya minimal 20 juta (tak perlu sampai 200 juta seperti dirut BPJS), tentu Angka 500 perhari atau 150 ribu per bulan itu enteng sekali. Ini rakyat penghasilannya kurang dari 3 juta Pak.

Seharusnya, Pemerintah kalau tidak bisa membantu meningkatkan penghasilan rakyat tidak boleh menambah beban rakyat. Kebijakan ekonomi yang ngawur ini, sudah membuat rakyat kehilangan banyak penghasilan, jangan ditambahi beban rakyat dengan kenaikan berbagai pungutan. Bisa anarkis nanti.

Kepada para pejabat, Lu lebih baik diam daripada ngomong nyakitin rakyat. Lu Kalo ngomong pake otak, jangan pake dengkul. (*end/gelora)

Penulis: Nasrudin Joha