Dari Tragedi Amangkurat Hingga Majelis Taklim Yang Dicurigai

Menariknya, istilah ini khas dan hanya dikenal di Indonesia. Sedang di negara lain lebih dikenal dengan sebutan halaqah. Dan dalam tradisi tasawuf disebut zawiyah.

Sekalipun “pengawasan” terhadap taklim bukan hal baru. Seperti yang dilakukan pada masa penjajahan Belanda. Namun tetap saja membuat masyarakat curiga. Suara penolakan terdengar di mana-mana.

Tak hanya penjajah Belanda sebenarnya yang memusuhi kesadaran beragama umat. Sejarah mencatat, pada masa Amangkurat I, juga pernah terjadi tragedi politik yang mengorbankan para ulama, santri dan keluarganya.

Pertikaian Amangkurat I dengan adiknya Pangeran Alit yang berusaha menyerang istana dan mendongkelnya dari tahta, memakan korban 6000 ulama dan keluarganya.

Agak sulit menelisik apa yang sesungguhnya terjadi melalui sumber sejarah babad Jawa. Karena tak ada catatan saat peristiwa yang paling mengerikan dalam sejarah Mataram itu terjadi.

Adapun catatan yang ada seperti yang ditulis H.J. de Graaf dalam De Regering van Sunan Mangku-Rat I Tegal-Wangi, vorst van Mataram, 1646-1677 (1961), menyebutkan, sang raja berpesan agar: “Jangan seorang pun dari pemuka-pemuka agama dalam seluruh yurisdiksi Mataram luput dari pembunuhan” (hlm. 38).

Tentu ini juga sulit dinilai obyektivitasnya. Mengingat Belanda berkepentingan untuk menjatuhkan dan menguasai kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara. Ada tendesi penulisan sejarah oleh mereka menjadi bias.

Begitupun catatan Rijcklofs van Goen, pejabat VOC yang saat itu berdinas di Mataram, yang kemudian diterbitkan dalam De vijf gezantschapsreizen naar het hof van Mataram, 1648-1654 (1956).

Namun yang pasti, tragedi tahun 1648 itu telah terjadi. Mari berdoa supaya tidak terulang kembali. (Rol)

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan Traveller.