Fahira: Semakin Berprestasi, Anies akan Semakin Dicaci

“Namun, sering sekali yang jadi ‘peluru’ hal-hal tidak penting. Sudah tidak penting, dilebarkan kemana-mana yang mengarah kepada serangan personal dan pembunuhan karakter serta dikait-kaitkan dengan isu SARA,” tambah dia.

Seperti soal instalasi bambu Getah Getih di Bundaran HI yang dipajang guna kepentingan Asian Games 2018. Instalasi tersebut memang hanya berdurasi enam bulan saja.

Instalasi tersebut mendadak dijadikan ‘peluru’ untuk menyerang Anies saat waktunya memang harus dibongkar. Saat semua terklarifikasi, termasuk pendanaan yang merupakan bantuan dari 10 BUMD DKI, kini pesan dari instalasi seni berbahan bambu—bukan bahan lain misalnya baja—yaitu menaikkan potensi ekonomi bambu dan memberdayakan petani dan seniman bambu, malah dibelokkan ke soal-soal lain yang sama sekali tidak substantif.

“Kita kebanjiran baja impor asal Tiongkok itu fakta. Kenapa tidak terima dan malah membelokkan fakta ini menjadi sentimen ras. Kalau terminologi Tiongkok saja mereka tidak paham bagaimana mau menjadi pengkritik yang cerdas. Jika paradigma berpikir mereka terus seperti ini, bisa gawat negeri ini,” lanjut  Fahira.

Di negara demokrasi, kata Fahira, konsekuensi menjadi seorang pemimpin adalah harus siap dikritik, dihujat, dicaci, bahkan difitnah. Rentetan prestasi tidak akan menjamin seorang pemimpin mendapat pujian apalagi pengakuan.  Malah mungkin semakin berprestasi, serangan akan semakin menjadi.

“Ada pemimpin yang biasa-biasa saja, tetapi karena dukungan publikasi ditampilkan seperti dewa tanpa cela. Demikian juga sebaliknya, ada pemimpin berprestasi dan hasil kerjanya dirasakan rakyat, tetapi ‘dibonsai’ menjadi tidak bisa apa-apa karena prestasinya ditutupi oleh isu-isu tidak substansi yang diembuskan dengan masif dan rapi,” pungkas Fahira. [rmol]