Miris, Ekonomi Kita Tersandera Asing

Eramuslim – Nilai Rupiah yang anjlok signifikan akan berbahaya bagi perekonomian.

Instabilitas mata uang akan mempengaruhi pemerintah, dunia usaha, investor, dan sektor keuangan. Ujungnya akan terekam pada pertumbuhan ekonomi.

“Target pemerintah menggenjot pertumbuhan sebesar 5,4 persen hampir mustahil tercapai,” ujar anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharram dalam keterangannya.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah meleset jauh dari target APBN 2018 sebesar Rp 13.400. Saat ini, dolar AS telah  mendekati angka Rp14.500. Level tersebut berselisih hingga Rp 1.100 dari asumsi APBN 2018.

“Bagi pemerintah, depresiasi rupiah akan mempengaruhi postur APBN yang sudah ditetapkan sebelumnya. Akan ada perubahan pada banyak pos, terutama pada pembayaran bunga utang. Saat ini saja, bunga utang sudah mencakup 10 persen dari belanja pemerintah pusat. Tentu akan melonjak jika rupiah jatuh,” paparnya.

Ecky menambahkan, sebetulnya kondisi ini sudah mulai terasa sejak tahun lalu, yang diperparah juga dengan lonjakan belanja subsidi BBM. Sehingga akan berdampak pada defisit anggaran yang melebar dengan menambah utang atau memotong belanja.

Dari sisi dunia usaha pelemahan menyebabkan mereka menahan belanja modal dan barang. Biaya impor industri turut melambung terutama pada bahan baku atau modal. Ini akan merubah rencana bisnis mereka, termasuk mengurangi jumlah karyawan.