Peran Intelejen Belanda atas Klaim Wali Songo Dari Cina

Di buku MOP dijelaskan sumbernya adalah catatan tangan dari almarhum ayahnya yaitu Sutan Martua Raja. kemudia mendapat catatan juga dari gurunya, dan s=Sutan Martua Raja ini mendapat catatan tangan dari konon seorang Residen belanda bernama Poortman tahun 1905 menjadi residen di Sipirok. Kemudian dia dikatakan sebagai kepala dinas intelejen politik di jaman penjajahan.

Kalau diteliti lebih lanjut disampaikan dalam bukup MOP, residen poortman ini tahun 1928 mendapat tugas untuk melakukan penelitian apakah benar Raden Fatah merupakan keturunan dari China di tuliskan dia pada tahun 1928 menggeledah kuil/klenteng Sam Poo Kong di semarang dan menyita 3 cikar/gerobak dokumen dalam bahasa China.

Disebutkan juga penggeledahan dalam rangka, ada pemberontakan PKI tahun 1928 di Semarang. Jadi perlu diluruskan pemberontakan PKI itu tahun 1926 di Banten dan Sumatera Barat, jadi itu sudah kesalahan cukup besar, karena di Semarang tidak ada pemberontakan PKI.

Berdasarkan dokumen-dokumen bahasa China yang dia sita, dia lakukan penelitian. Hasilnya dia buat catatan tangan dengan lima eksemplar. satu untuk perdana menteri Belanda saat itu, satu untuk gubernur jenderal Hindia Belanda, tiga lagi untuk beberapa dinas. Ini dengan catatan itu sangat rahasia dan hanya boleh di baca di kantor. aAneh kan? tapi (hasil penelitian itu) dia sebarkan kemana-mana.

Q: Jadi, sumber yang didapatkan awalnya dari buku Tuanku Rao tadi, buku tersebut terbit, atau cetakan pertama tahun?

A: Tahun 1964.

Q: Lalu dicetak sampai sekarang ini?

A: Tidak, jadi baru dicetak ulang, cetakan kedua tahun 2007.

Q: Lalu buku kedua, yang berjudul Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam Di Nusantara, diterbitkan kapan?

A: Pertama kali diterbitkan tahun 1968, tetapi waktu itu masih jaman Orde Baru dan dilarang karena pada masa itu masih konflik tentang Indonesia dengan Cina.

Q: Jadi, sebetulnya buku yang kedua ini pernah dilarang terbit, buku ini mengambil sebagian datanya dari buku Tuanku Rao tadi, dari buku ini perbedaan dengan buku yang pertama apa?

A:Perbedaannya hanya beberapa keterangan catatan, karena mungkin bahasa yang digunakan pada tahun 1964 berbeda jadi ada penjelasannya. Tapi, selain itu 99% itu sama seperti cetakan pertama. Dan yang saya dapat ini merupakan catatan ke 7, yang diterbitka oleh LKIS pada Februari 2009 dengan pengantar dari Dr Asvi Warman Adam, yang merupakan tokoh sejarahwan.

Q:Yang bapak telaah dari dua buku ini sangat berkaitan dengan wali songo tidak ada yang dari China, dan jelas dari buku pertama yang ditulis oleh MOP disitu jelas tertulis, bisa bapak jelaskan siapa-siapa saja yang masih diasumsikan mereka itu dari China atau dari negara manapun, bisa dijelaskan pak?

A: Ya, sangat penting diketahui perbedaanya, kalau dibuku yang diterbikan oleh MOP, dia menulis bahwa sumbernya yaitu dari catatan ayahnya yang dikutip dari catatan Residen Poortman. Residen Poortman ini yang diketahaui catatannya memberikan kepada Sutan Martua Raja ayahnya MOP, jadi disingkat jadi SMR. Jadi MOP maupun SMR tidak pernah melihat sumber aslinya yang berbahasa China hanya catatan tangan, demikian juga MOP yang sempat belajar di Belanda melihat catatan tangan tersebut.

Dalam historiografi modern yang diterapkan oleh bapak historiografi modern yaitu  Leopold von Ranke ada sebuah rumusan “No Document, No History”. Jadi, dokumen-dokumen itu artinya sumber-sumber yang valid, yang dari jaman tersebut yang dapat dipertanggungjawabkan atau dipercaya apakah itu artefak, saksi mata, pelaku dan sebagainya. Jadi sudah dikritisi juga oleh Dr Asvi Warman Adam bahwa Prof Slamet Muljana sendiri juga tidak melihat sumber-sumber aslinya. Jadi, itu kelemahannya.