Pergantian Hakim Konstitusi, Benny K Harman: Strategi Rezim Otoriter Mematikan Wasit

Hal tersebut seperti menegaskan bahwa DPR ingin menjadikan Hakim Konstitusi sebagai alat untuk memuluskan produk undang-undang bermasalah dalam proses pengujian di Mahkamah Konstitusi.

Adanya “jatah” DPR dalam mengusulkan Hakim Konstitusi bukan berarti hakim yang diusulkan tersebut menjadi pembela kepentingan DPR, melainkan hal itu adalah untuk menjaga netralitas MK agar tidak dapat diintervensi oleh salah satu cabang kekuasaan. Pola pikir menjaga kepentigan DPR sebagaimana terlontar oleh beberapa pihak adalah logika sesat dan mendorong kita semua ke titik nadir pendangkalan hukum.

Dari segi politik hukum, proses yang terjadi saat ini memperlihatkan bahwa DPR bersama Presiden ingin memperluas kewenangannya dalam pengisian jabatan Hakim Konstitusi, dari awalnya hanya mengusulkan untuk pengisian menjadi dapat memberhentikan Hakim Kontsitusi. Hal itu semakin terkonfirmasi dengan adanya upaya mengubah UU MK untuk keempat kalinya, yang salah satu ketentuan perubahannya mengatur bahwa lembaga pengusul Hakim Konstitusi dapat mengevaluasi sewaktu-waktu jika ada pengaduan dari masyarakat. Ketentuan itu mengarahkan lembaga pengusul dapat memberhentikan Hakim Konstitusi kapanpun.

Berdasarkan argumentasi tersebut, PSHK mendesak DPR mencabut keputusan pemberhentian Aswanto sebagai Hakim Konstitusi.

Kemudian, mendesak Presiden untuk tidak mengeluarkan Keputusan Presiden soal pengangkatan Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi, dan memerintahkan Aswanto kembali menjabat sesuai ketentuan dalam Pasal 87 huruf b UU Nomor 7 Tahun 2020.

Selanjutnya, mendesak Presiden dan Mahkamah Agung sebagai lembaga pengusul Hakim Konstitusi untuk tidak melakukan pelanggaran hukum yang sama dengan DPR.

Bahkan menolak revisi keempat UU MK yang memperluas kewenangan lembaga pengusul Hakim Konstitusi untuk dapat mengevaluasi atau memberhentikan Hakim Konstitusi di tengah masa jabatan.

Terakhir, mendesak agar pemberhentian dan pengangkatan Hakim Konstitusi dilakukan berdasarkan ketentuan dalam UU MK, dengan menjunjung tinggi prinsip transparan, partisipatif dan akuntabel. (fajar)