Rugi 28 Triliun Rupiah, Bagaimana Nasib Layanan BPJS Kesehatan?

Oleh karena itu, ia menyarankan BPJS Kesehatan untuk terus memperbaiki manajemen sistem rujukan pelayanan kesehatan bertingkat. Misalnya, melalui faskes kemudian berlanjut ke tingkat D, C, B dan A. “Karena pada setiap tingkatan itu harganya berbeda.”

Dengan cara itu, kata dia, pendistribusian pasien dapat terjadi dengan merata. Meskipun, kata Ermalena, jumlah layanan kesehatan tidak berbanding lurus dengan yang membutuhkan.

Sebelumnya, BPJS Kesehatan menghitung instansinya mengalami defisit sekitar Rp 28 triliun hingga akhir 2019. Hitungan ini berdasarkan iuran yang diterima BPJS Kesehatan dikurangi dengan biaya pelayanan kesehatan.

“Pada akhir 2019 kami memprediksi mengalami kerugian Rp 28 triliun,” ujar Asisten Deputi Direksi Bidang Pengelolaan Faskes Rujukan BPJS Kesehatan Beno Herman saat ditemui di diskusi Persi bertema “Defisit BPJS Kesehatan dan Dampaknya pada Keberlangsungan Pelayanan Rumah Sakit” di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Selasa (16/7).

Ia menyebut, BPJS Kesehatan belum membayar Rp 9,1 triliun selama 2018 dan terbawa di laporan keuangan 2019. “Jadi, kalau kita hitung lagi defisit BPJS Kesehatan yang //real// 2019 itu Rp 19 triliun. Namun, kumulatifnya (utang 2018 dan 2019) sekitar Rp 28 triliun,” ujarnya.

Anggota Komisi IX DPR, Ichsan Firdaus, mengatakan, makin banyak kepesertaan BPJS Kesehatan, defisit akan makin besar. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah mencari sumber dana untuk menutupi defisit yang terus terjadi.

“Seperti pajak rokok. Itu kemudian dialokasikan untuk memberi subsidi ke BPJS,” kata Ichsan menyarankan.

Politikus Partai Golkar itu juga menilai perlunya pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan, baik iuran PBI (penerima bantuan iuran) yang disubsidi pemerintah maupun kepesertaan mandiri. Pasalnya selama tiga tahun ini belum pernah ada kenaikan iuran. “Inilah waktunya pemerintah menaikkan iuran BPJS,” ujar dia.

Dia mengatakan, jika pemerintah meminta persetujuan DPR agar BPJS Kesehatan kembali mendapatkan subsidi, Komisi IX berprinsip agar tetap mengutamakan pelayanan kesehatan di tingkat bawah. Jangan sampai pelayanan kesehatan terganggu hanya karena pemerintah tidak bisa membayar ke rumah sakit.

“Kalau terganggu, kami akan mendorong agar pemerintah mengatasi hal itu. Prinsip kami di Komisi IX, apa pun yang terjadi pelayanan kesehatan itu jadi prioritas utama,” ujarnya.

Anggota Komisi IX lainnya, Irma Suryani Chaniago, mengatakan, BPJS merupakan perintah undang-undang. Berapa pun subsidi yang dibutuhkan tetap harus dipenuhi. “Untuk memperbaiki itu, harus dilakukan tindakan atau solusi yang komprehensif,” ujarnya. (kl/sumber)