Tanggapi Kebijakan Investasi Miras, Pemuda Muhammadiyah: Itu Nenek Moyangnya Kejahatan

“Tampaknya Pemerintah kita sudah mulai kehilangan arah dalam membangun bangsa ini,” tandas Elly.

Sebelumnya, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas menyatakan, Muhammadiyah sangat kecewa dengan kebijakan yang diteken Presiden Jokowi tersebut.

Pasalnya, dengan kebijakan itu, industri miras dapat menjadiladang investasi asing, domestik, hingga diperjualbelikan secara eceran.

Hal itu kata Anwar Abbas, miras di Indonesia bisa dengan cepat dan leluasa beredar di masyarakat tanpa ada sesuatu yang dihalangi.

Pemerintah dianggap hanya mementingkan investasi, tidak lagimelihat aspek menciptakan kebaikan dan kemaslahatan bagi masyarakat luas.

“Saya melihat dengan adanya kebijakan ini, tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek yang bisa dieksploitasidemi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha.

Menurut Anwar, pedoman Pancasila dan UUD 1945 sebagai panduan bernegara kini hanya menjadi hiasan saja, tapi dalam kebijakan pedoman sebagai karakter dan jatidiri kebangsaan ituditinggalkan.
“Dengan kehadiran kebijakan ini, saya melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah karena tidak lagi jelas oleh kita apa yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini,” imbuhnya.

Anwar menyebut, miras adalah sesuatu yang berbahaya,merusak mental, dan moral masyarakat. Dan ia yakin, kejahatan akan semakin banyak karena terpengaruh minuman keras.

Sebelum diputuskan sebagai daftar positif investasi (DPI), industri miras masuk dalam kategori bidang usaha tertutup.

Dalam Lampiran III Perpres 10/2021, pemerintah sejatinya mengatur beberapa poin penting terkait miras.Pertama, definisi industri minuman keras adalah alkohol yang berbahan anggur.

Tempat investasi miras hanya dapat dilakukan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ProvinsiSulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal setempat.
Penanaman modal di empat provinsi tersebut ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.

Selanjutnya, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol hanya dapat diperjualbelikan secara eceran (kaki lima) dengan jaringan distribusi dan tempat yang disediakan secara khusus.

Poin utama terakhir terkait industri miras masuk dalam bidang usaha yang dapat diusahakan oleh investor asing, investor domestik, hingga koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Namun untuk investasi asing, hanya dapat melakukan kegiatan usahanya dalam skala usaha besar dengan nilai investasi lebih dari Rp10 miliar di luar tanah dan bangunan.[fajaronline]