Catatan Hersubeno Arief: Abrakadabra Meikarta!

Usulan menjadikan Bekasi, Karawang, dan Purwakarta sebagai KEK datangnya dari pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. James Riady merupakan salah satu wakil ketua umum Kadin Indonesia. Mereka bertemu dengan Presiden Jokowi 26 Oktober di istana. James Riady juga hadir dalam pertemuan tersebut.

Presiden, kata Luhut, menyetujui dan menunjuknya sebagai Koordinator pengkajian. Luhut segera bergerak cepat. Hanya tiga hari berselang (29/10), dia menghadiri topping off (pemasangan atap) tower Meikarta.

Bersama Kadin, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) segera melakukan kajian. Mereka diberi waktu selama dua pekan, dan pada tanggal 16, atau 17 November harus sudah memberi laporan. Apakah harus ada studi lanjutan, atau rekomendasinya dianggap sudah cukup.

Melanggar tupoksi dan Inpres 7/2017

Penunjukan Luhut sebagai koordinator pengkajian KEK Bekasi, Karawang, dan Purwakarta sangat menarik, sekaligus menunjukkan posisi Luhut sebagai orang kepercayaan yang sangat diandalkan Jokowi.

Jika melihat tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), maka KEK berada di bawah koordinasi Menko Perekonomian. Kewenangan Menko Maritim hanya meliputi Kementrian Energi dan Sumber Daya Alam, Kementrian Perhubungan, Kementrian Pariwisata, serta Kementrian Kelautan dan Perikanan. Mengapa bukan Menko Perekonomian Darmin Nasution yang diberi tugas?

Jelas sudah apa maunya Presiden. Apapun hambatannya, proyek Meikarta harus berjalan mulus, termasuk bila harus melanggar alur koordinasi dan tata kelola pemeritahan yang baik. Padahal Presiden baru saja menerbitkan Inpres No 7/2017 yang mengatur agar para menteri tidak gaduh dan berbeda pendapat di muka umum, terutama media.