Dr. Syahganda Nainggolan: Referendum Papua, Mungkinkah?

Lalu ibu itu meneriakkan yel-yel setelah berhenti menghela nafas.

Teriaknya, “Papua!”

Puluhan ribu massa menjawab dengan teriakan, “Merdeka!”

Kata Ibu itu lagi, “Referendum!”

Disahut massa, “Yes!”

Teriakan merdeka yang saya lihat di dalam video itu tidak seperti 21 tahun lalu, ketika saya menanyakan hal itu kepada almarhum Theys Eluay dan Toha Al Hamid.

Beberapa hari sebelum Theys Eluay dibunuh, pemimpin Papua itu bersama sekjennya, Toha, sempat makan siang bersama almarhum Adi Sasono, Yorrys R, dan saya.

Keinginan mereka merdeka masih mix atau bercampur antara perluasan otonomi sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat (rakyatnya yang merdeka, bukan Papua) vs merdeka.

Setelah Theys dibunuh di era Presiden Megawati, beberapa tahun kemudian, Toha mengatakan pada saya bahwa bangsa Papua sudah sulit untuk bersama Indonesia. Menurutnya seluruh negara Melanesia di Pasifik dan jaringan Gereja di Amerika semakin bulat mendukung Papua berpisah.

Paska kematian Theys, kecenderungan Papua tidak pernah lagi mix antara merdeka vs ragu-ragu. Kecenderungan keinginan merdeka semakin dominan. Bendera Merah Putih sudah dibakar sebagian dari mereka.