Hersubeno Arief: Bagi Jokowi, Lebih Wingit New York atau Kediri?

Soeharto bukan hanya mewakili 180 juta penduduk Indonesia namun juga mewakili 108 negara anggota GNB. Dua per tiga dari keseluruhan keanggotaan PBB.

Presiden Gus Dur juga pernah hadir dalam sidang di Markas PBB pada tahun 2000. Bahkan pada bulan Desember 2003 setelah tidak menjadi presiden dia mendapat penghargaan “Global Tolerance Award” dari PBB.

Sementara Megawati yang menggantikan Gus Dur pernah hadir dalam SMU PBB tahun 2001. Megawati juga tercatat sebagai presiden pertama dari negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia yang mengunjungi AS setelah tragedi 11 September 2001.

Begitu pula halnya dengan Presiden SBY yang sangat aktif dalam forum-forum internasional, khususnya di PBB.

Pada sidang PBB ke-67 tahun 2012 SBY menyampaikan sikap Indonesia terhadap maraknya penistaan agama di berbagai belahan dunia.

Pada tahun 2020 ini kita akan kembali menyaksikan apakah markas PBB di kota New York masih menjadi tempat yang angker dan wingit bagi Jokowi?

Kepala Staf Presiden Moeldoko pernah menyatakan, kesibukan di dalam negeri menjadi alasan mengapa Jokowi tidak pernah hadir di SMU PBB. Lagi pula menurutnya Wapres Jusuf Kalla juga merupakan representasi negara.

“Jadi tak perlu dipersoalkan,” tegasnya.

Masalahnya kata Kalla, PBB punya aturan protokol yang ketat. Kelas seorang wapres tidak bisa disamakan dengan presiden.

“Jadi ukurannya bukan negara besar atau tidak, tapi Anda pangkatnya apa, itu protokolernya berlaku. Seperti tadi yang berbicara pertama dari Mauritius, itu negara penduduknya hanya 20 ribu sampai 30 ribu. Jadi kalau Pak Jokowi, mungkin hari pertama atau hari kedua berbicara,” ujar Kalla.

Pada sidang ke-74 Kalla baru mendapat giliran pidato pada hari ketiga setelah semua kepala negara berpidato. Dia harus bersabar dan mengalah menunggu giliran, setelah pidato kepala negara sekelas Nauru, Fiji, atau negara-negara lain yang namanya tidak pernah kita dengar.

SMU PBB biasanya digelar pada bulan September. Masih beberapa bulan lagi. Apakah kali ini Jokowi akan kembali absen, atau memutus “tradisi” selama lima tahun terakhir.

Kalau Jokowi kembali absen, kira-kira apa alasannya? Kalau kendala bahasa, hal itu tak seharusnya menjadi penghalang. Secara undang-undang sesungguhnya seorang presiden harus menggunakan bahasa Indonesia di forum-forum resmi. Apalagi di forum internasional. Pak Harto paling taat dan selalu menggunakan bahasa Indonesia.

Kalau absen lagi, siapa kira-kira yang akan diutus? Wapres Ma’ruf Amin atau pejabat yang lain?

Sambil menunggu bulan September tiba, bila Anda termasuk orang yang ingin menjadi presiden Indonesia dan terpilih sampai dua kali, tidak ada salahnya mulai riset kemungkinan tempat-tempat wingit di kota New York.

Jembatan Broklyn, Patung Liberty, Fifth Avenue, Park Avenue, Central Park, Ground Zero, atau Gedung Markas PBB?

Jangan-jangan di situ lah kunci rahasianya. (*end)

Penulis: Hersubeno Arief, Pengamat Masalah Bangsa