Kudeta di Tumapel

Ken Dedes melihat suaminya, Akuwu Tunggul Ametung tergeletak di atas peraduan bersimbah darah. Sementara Kebo Hijo, seorang perwira yang pernah menjadi tangan kanan Tunggul Ametung, berdiri di sisi peraduan, tangan kanannya memegang keris yang berlumurah darah.

Teriakan dan raungan Ken Dedes membuat suasana menjadi hiruk-pikuk. Para prajurit dan pengawal Akuwu berlarian menuju Bilik Agung. Di sana, mereka melihat Kebo Hijo memeluk Ken Dedes dari belakang dengan kanan memegang keris hendak ditusukkan.

Ketika tangan Kebo Hijo berayun hendak menusukkan keris ke dada Ken Dedes, tiba-tiba entah dari mana munculnya, sebuah pukulan keras menghantam kepala Kebo Hijo. Kebo Hijo jatuh tersungkur. Keris lepas dari tangannya. Mata Ken Dedes terkesiap melihat lelaki yang baru saja menyelamatkan dirinya. “Arok,” teriaknya penuh kelegaan.

Ken Arok segera bertindak sigap, meringkus Kebo Hijo yang terus berteriak-teriak, “Bukan aku yang membunuh Akuwu! Bukan aku!” Sementara Ken Dedes tak kalah nyaring berteriak, “Bunuh itu pengkhianat! Bunuh itu pengkhianat!” sambil tangannya menuding ke arah Kebo Hijo.

Tanpa banyak bicara, dengan begitu cepat, Ken Arok menghujamkan keris di tangannya ke dada Kebo Hijo, yang langsung roboh, bersimbah darah. Mati.

Benar yang dikatakan Mpu Gandring, sang pembuat keris, sebelum mati ditusuk Kebo Hijo: “Kamu akan mati oleh keris itu juga.” (Cerita lain yang lebih umum, mengisahkan, yang membunuh Mpu Gandring adalah Ken Arok).

Apakah benar Kebo Hijo, pembunuh Tunggul Ametung? Dalam Kitab Pararaton (Para Penguasa) juga dikenal dengan nama Katuturanira Ken Angrok (Cerita Ken Angrok), juga disebut Pustaka Raja, yang diperkirakan ditulis antara tahun 1481 dan 1600, diceritakan bahwa Ken Arok-lah yang membunuh Tunggul Ametung. Bahkan disaksikan Ken Dedes, yang jatuh hati pada Ken Arok.

II

Inilah kisah yang selalu dituturkan tentang bagaimana Ken Arok merebut kekuasan dari tangan Akuwu Tumapel, Tunggul Ametung.

Untuk mewujudkan impiannya, mengkudeta Tunggul Ametung, Ken Arok membangun koalisi dan konspirasi baik dengan kekuatan internal maupun eksternal.

Koalisi dan konspirasi bisa terbangun karena adanya ketidakpuasan di dalam, terhadap pemimpinnya juga bisa karena ambisi di antara mereka untuk saling memakan. Inilah wajah kekuasaan: sekaligus mempesona dan menakutkan.

Hampir selalu menjadi aksioma, dalam sebuah coup d’état, melibatkan orang atau lingkaran dalam. Keterlibatan orang dalam itu bisa secara langsung maupun sebagai auctor intellectualis. Ia berkonspirasi dengan Ken Dedes (orang dalam) yang meskipun mengandung anak Tunggul Ametung, namun tidak sepenuhnya mencintai suaminya.

Ken Dedes terpaksa menjadi istri Tunggul Ametung, karena dilarikan dari rumah orangtuanya, seorang Brahmana Buddha di Panawijen, yakni Mpu Purwa. Selain itu, Ken Arok juga lebih muda, tampan, kuat, sakti, dan cerdik dibandingkan Tunggul Ametung.