Maut Hitam dan Runtuhnya Peradaban?

Maut Hitam menimbulkan akibat drastis terhadap populasi Eropa, serta mengubah struktur sosial Eropa. Wabah ini mengakibatkan perburuan dan pembunuhan terhadap kaum minoritas seperti Yahudi, pendatang, pengemis, serta penderita lepra.

Ketidakpastian untuk tetap bertahan hidup menciptakan suatu kecenderungan yang tak sehat pada masyarakat untuk hidup hanya untuk hari ini, seperti digambarkan oleh Giovanni Boccaccio pada The Decameron (1353). (Wikipedia)

Media mainstream Indonesia bersamaan memberitakan, “memburuknya wabah virus corona mengharuskan pemerintah Indonesia mengambil sikap”.

Presiden Joko Widodo, menyarankan setiap individu untuk menerapkan social distancing (jarak sosial) guna menghadapi pandemi Covid-19 di Indonesia. ‘Social distancing’ merupakan upaya membatasi gerak gerik setiap orang. Terutama berkunjung ke tempat ramai dan kontak langsung dengan orang lain.

Di Indonesia dikenal dengan istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Meskipun peraturan itu ditopang dengan tiga keputusan pemerintah yang ditandatangani Presdien pada 31 Maret 2020, faktanya tetap saja membingungkan masyarakat karena realisasi di lapangan yang ditangani menteri penanggung jawab sektor “tidak seindah warna aslinya”.

Lebarnya jarak antara dimulainya penanganan WNI di Wuhan (01 Februari), dan diumumkannya dua wanita positif corona (02 Maret) serta dengan pengumuman ketiga peraturan soal PSBB (31 Maret), sempat membuka ruang kecaman dan keluhan yang menganggap pemerintah dalam hal Presiden dinilai lelet, lambat dan bertele-tele. Suatu situasi dan kondisi yang menyulitkan posisi Presiden di mata rakyat yang terjepit antara batang besi penyakit (kesehatan) dan tembok besar kelaparan (ekonomi).