Pendaki Gerung

Orang seperti Rocky-lah yang pernah berada di satu puncak gunung yang dikelilingi puluhan puncak gunung lainnya. Ya di kawasan Himalaya itu. Yang kalau senja semua warna puncaknya keemasan –mungkin sampai 33 karat. Itulah salah satu tata warna alam terindah yang pernah dilihatnya.

“Belum pernah sampai puncak Himalaya?”

“Belum. Bayarnya mahal. Antrenya lama. Bisa lima tahun,” katanya.

“Kalau di dalam negeri gunung mana yang terindah?”

“Rinjani,” katanya. “Lalu Semeru”.

Rinjani adalah gunung tunggal di Lombok. Pemandangan sejak dari bawah sudah indah. Pun sampai puncak. Tetap indah. “Kita bisa lihat savana yang terhampar di bawah  indah sekali,” ujarnya.

Semeru berada di sebelah Gunung Bromo di Jatim –Soe Hok Gie meninggal di sini. “Danau Ranuyoso itu indah sekali,” ujar Rocky.

Alat-alat panjat gunung itu tertata rapi di rumahnya itu: digantung di paku-paku di sebelah gasebo kedua. “Yang ini alat untuk menggelantung di tebing curam,” katanya. “Kita juga harus menggelantung di alat ini kalau lagi buang air besar,” tambahnya.

Saya pun membayangkan: mengapa ia membuat hidup begitu sulit –dari kacamata orang yang biasa menginginkan kemudahan.

Untuk ke rumah Rocky tidak sulit. Kamis sore lalu. Sudah hampir jam 5. Exit tol Jagorawinya di Sentul. Ke arah Hambalang.

Saat melewati kota Sentul saya merasa seperti lagi di Boulder dekat Denver, lereng timur Rocky Mountain, Amerika. Sentul itu indah sekali. Juga tertata dengan apik. Pohon-pohonnya menyenangkan.

Oh ada IKEA di situ. Oh ada Aeon mall yang sangat besar. Saya pernah ceramah di masjidnya Syafi’i Antonio di situ, tapi rasanya, Sentul waktu itu belum seindah sekarang.