Problem Indonesia Bukan GBHN atau UUD, Tapi Moralitas dan Kapabilitas Pemimpin!

Kalian singkirkan capres yang memiliki visi pembangunan jangka panjang. Yang paham tentang kesinambungan. Kalian paksakan capres yang berambisi jangka pendek. Yang tidak paham meletakkan dasar-dasar pembangunan yang bervisi jauh ke depan. Sekarang, kalian salahkan ketiadaan GBHN.

Capres berkapasitas yang dipilih mayoritas, kalian paksa kalah. Berantakanlah. Kesapakatan mayoritas rakyat, kalian batalkan dengan kekuasaan kalian. Rakyat mengatakan capres ini mampu mendefinisikan pembangunan yang berkelanjutan. Tapi kalian intervensi semua lembaga pemilu, lembaga peradilan, dan lembaga kekuasaan lainnya agar capres pilihan mayoritas itu tidak menang.

Akibatnya sangat fatal. Negara ini terombang-ambing. Rajut sosial compang-camping. Perekonomian dan pembangunan morat-marit. Presiden kalian tebirit-birit. Dia menyerahkan banyak urusan kepada beberapa orang saja. Pembangunan infrasturktur dan pengembangan ekonomi dilaksanakan acak-acakan, tanpa pedoman.

Inilah pilihan kalian, ahli pencitraan. Tidak ada kapasitas. Dan berada di bawah kendali koalisi. Koalisi yang hanya memikirkan dana parpol dari pemilu ke pemilu, dari pilkada ke pilkada. Kalau presiden memiliki kapasitas, dia tak akan mengutamakan pencitraan untuk ditayangankan di televisi.

Tak ada moral, nol kapasitas. Dia tidak tahu bahwa dia tak mampu. Tapi kalian paksakan terus. Tanpa moral, kalian paksakan kemenangannya. Dan tanpa moral juga, dia terima kemenangan syubhat itu.

Tanpa kapasitas, dia jalankan jabatan yang direbut secara brutal itu. Sekarang, kalian mulai ragu. Pembangunan tanpa visi. Tidak ada arah. Tak jelas apa yang ingin dicapai dalam 20-25 tahun ke depan. Dia tak punya bayangan. Asyik dengan angan-angannya sendiri.

Itulah akibat ketiadaan moralitas dan kapasitas. Tidak ada rasa malu ketika rakyat memberikan aba-aba “sudah cukuplah Anda”. Inilah yang disebut tak bermoral. Setelah dipaksakan terus, pengelolaan negara menjadi amburadul. Inilah pertanda nol-kapasitas.

Moralitas sangat krusial. Itulah yang membuat proses pemilihan pemimpin dan rekrutmen politik menjadi relatif bersih di mesin demokrasi Barat. Pencurangan suara adalah dosa besar bagi mereka. Orang yang melakukan itu akan hilang dari peredaran. Karir mereka selesai.

Moralitas politisi di negeri lain didukung oleh moralitas dua pilar demokrasi lainnya. Yaitu, media massa dan sistem peradilan. Di sana, tidak akan pernah terjadi media massa mendiamkan para politisi bejat. Meskipun media tsb adalah pendukung ideologi partai si politisi bejat itu. Di sini, media massa mainstream terang-terangan melindungi para politisi busuk yang mereka sukai.

Begitu juga sistem peradilan mereka. Tidak bisa dicampuri oleh siapa pun. Tidak akan pernah ada kontak antara pemegang kekuasaan dengan para hakim. Apalagi intimidasi.

Di negeri ini, kelihaian menipu atau mencurangi pemilihan dianggap sebagai kehebatan. Para politisi tak merasa risih ketika kekalahan mereka, dengan segala cara, mereka balikkan menjadi kemenangan. Inilah yang sekarang mencelakakan Indonesia.