Proyek Patung-patung di Indonesia : Penghamburan Dana demi Menabung Dosa

Unsur-unsur berikut ini perlu diperhatikan.

  1. Penyembah berhala padahal tadinya beragama Islam, sudah ada.
  2. Pendusta-pendusta yang mengaku nabi sudah bermunculan.
  3. Patung-patung makin banyak jumlahnya (karena sebagai proyek oleh penguasa dan pengusaha) hingga negerinya berpenduduk mayoritas Muslim, namun di mana-mana banyak patung-patung.
  4. Ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang dikhawatirkan sekali dalam sabdanya bahwa akan ada kelompok-kelompok yang menyembah berhala dari umat beliau.
  5. Yang akan mengikuti musyrikin untuk menyembah berhala itu bukan hanya satu kelompok, tetapi qabail, kabilah-kabilah, berbagai kelompok dari umat Islam, maka renungkanlah.

Apakah aman, bila patung-patung itu tetap ada? Apakah patung-patung yang kini belum disembah itu nantinya tidak akan disembah ketika mereka sudah menyembah patung? Dan apakah sekarang juga patung-patung itu belum disembah? Mungkin sudah diberi sesaji, entah kembang atau apa, itulah penyembahannya, dan itulah kemusyrikan, dosa tertinggi. Pelakunya tak diampuni bila ketika hidup belum taubat total. Sedang pembuatnya beserta orang-orang yang terlibat (pembuat proyek dengan aneka jajaran dan rangkaiannya) tentu saja mendapatkan dosanya, padahal dosa penyembahan patung itu dosa tertinggi, kemusyrikan.

Patung Reco Gladak

Sekadar untuk mengamati perkembangan dan penyebaran patung, coba kita simak.Mulai berkembangnya patung ke mana-mana, mari kita ambil contoh satu jenis patung namanya reco gladak. Ini adalah patung gendut pendek, tangannya mengempit pentungan, nama tempatnya Gladak, maka disebut reco gladak artinya arca gladak, semula hanyalah ada di pojokan jalan protocol dekat alun-alun Keraton Solo (Surakarta) Jawa Tengah, Indonesia. Begitu ada kampanye pemilu (pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat untuk duduk di DPR -Dewan Perwakilan Rakyat-) tahun 1971, patung dengan sebutan reco gladak itu kepalanya ditudungi kukusan (alat menanak nasi, anyaman bambu berbentuk segi tiga bulat) berlambangkan partai tertentu. Maka media massa memberitakannya secara nasional maupun lokal, dengan foto reco gladak yang bertudung kukusan berlambang partai tertentu.

Setelah itu tahu-tahu di Jakarta (dan mungkin di tempat-tempat lainnya) mulai bermunculan reco-reco gladak terutama di hotel-hotel. Betapa cepatnya arca gladak ituberanak pinak. Bukan sekadar seperti Amru bin Luhayyi membawa patung-patung sisa zaman Nabi Nuh as dari satu tempat ke Makkah lalu disembah ramai-ramai. Tetapi reco gladakini induknya masih tetap ada, sedang anak cucunya bertebaran di mana-mana dibuat orang.

Setelah reco gladak itu beranak pinak bertebaran di mana-mana, di tempatnya yang asli, Gladak Solo Jawa Tengah, dibangun patung lebih besar lagi, membangunnya saja sampai sekitar 6 bulan, namanya Patung Slamet Riyadi. Patung itu diresmikan Selasa 13 November 2007M kabarnya dielu-elukan (disambut dengan meriah) oleh para tokoh di sana. Patung itu di ujung atau pangkal dari jalan protocol kota Solo itu yang memang namanya Jl Raya Slamet Riyadi.