Tahi Napoleon

“Mntr pendapat saya, kece memang kurang ajar, tapi napoleon juga salah menganiaya kece di dalam tahanan, keduanya sama2 salah dan melanggar hukum/ tdk boleh ditolelir,” tulis salah satu anggota grup. Muhammad AS Hikam, yang juga sering berkomentar di situ menimpali: “Sekalipun kurang ajar Kiai, tetap harus mengikuti proses hukum dan tidak dibenarkan main hakim sendiri. Apalagi alasan agama. Agama kita tidak mengajarkan untuk itu. Apalagi ngelaburi taikk manusia..”.

AS Hikam adalah seorang profesor, doktor, dan pernah menjabat menteri ristek di zaman Presiden Gus Dur. Kini Prof Hikam mengajar di President University untuk banyak mata kuliah: di international relations, pengantar ilmu sosial dan budaya, diplomasi budaya, komunikasi internasional & budaya, dan pengantar politik ekonomi internasional.

Rupanya ada juga yang tidak sependapat dengan AS Hikam. Juga dari orang terkenal: Ustaz Yusuf Mansyur.

“Untuk hal ini, saya setuju sama Napoleon, hehehe. Ampun. Saya ga bisa begitu, hehehe…,” tulisnya.

Prof Hikam langsung menimpali dengan dua posting berurutan: “Membela agama kita harus dengan cara cara yang tepat dan beradab,” tulisnya. Lalu disusul ini: “Beradab…. kalo Napoleon dibenarkan maka akan bahaya ke depannya, akan ada perlakuan serupa nantinya ..Ngapunten …Ngunu Yo Ngunu Tapi Yo Ojo Ngunu Toh !! Hii hii.”

Ada anggota grup yang langsung menyahut. Rupanya dari Cirebon: “Kalau dalam hukum fikih, yang murtad dan melecehkan agama harus diperangi dan dipenggal…untung aja Kece ngga di Cirebon, klo disini dikarungin”.

Prof Hikam kelihatannya menjadi penegak pikiran Gus Dur. Komentar itu langsung ia jawab: “Fikih dengan hukum Indonesia beda, Kyai”.

Soal ”beda” itu dijawab lagi oleh yang menganut fikih tadi: “Hukum pemerintahan dan hukum di dalam tahanan beda”. Ia ini punya alasan: “Saya sepakat, adanya shock terapy terhadap mereka yang melecehkan agama. Biar ke depannya gak ada lagi org seperti Kece jilid 2 dst”.