Ulah Trump, Misi Israel Raya, dan Zionism-Plan di Jazirah Arab

Ahli strategi Israel memandang Irak sebagai tantangan strategis terbesar mereka dari negara Arab. Itulah sebabnya mengapa Irak dijadikan pusat untuk balkanisasi Timur Tengah dan Dunia Arab. Di Irak, berdasarkan konsep Rencana Yinon, ahli strategi Israel telah meminta pembagian Irak ke negara Kurdi dan dua negara Arab, satu untuk Syiah dan yang lainnya untuk Muslim Sunni. Langkah pertama untuk membangun ini adalah perang antara Irak dan Iran, yang memang sudah dalam skenario Rencana Yinon.

The Atlantic pada 2008, dan the U.S. military’s Armed Forces Journal pada 2006, keduanya menerbitkan peta yang diedarkan secara luas yang mengikuti garis besar Rencana Yinon. Selain Irak yang terbelah, yang juga diminta oleh Biden Plan, Rencana Yinon juga menyerukan agar Lebanon, Mesir, dan Suriah juga terbelah. Pemisahan Iran, Turki, Somalia, dan Pakistan juga sejalan dengan pandangan-pandangan ini. Rencana Yinon juga menyerukan pembubaran di Afrika Utara dan meramalkan hal itu dimulai dari Mesir dan kemudian menyebar ke Sudan, Libya, dan wilayah lainnya.

“Israel Raya” mensyaratkan terputusnya negara-negara Arab yang ada menjadi negara-negara kecil.

“Rencana tersebut beroperasi pada dua premis penting. Untuk bertahan hidup, Israel harus 1) menjadi kekuatan regional imperial, dan 2) harus mempengaruhi pembagian seluruh wilayah menjadi negara-negara kecil dengan memcah belah semua negara Arab yang ada. Kemungkinan kecil disini kalau tergantung pada komposisi etnis atau sektarian masing-masing negara. Akibatnya, harapan Zionis adalah bahwa negara-negara berbasis sektarian menjadi satelit Israel dan, ironisnya, menjadi sumber legitimasi moralnya … Ini bukan ide baru, dan juga tidak muncul untuk pertama kalinya dalam pemikiran strategis Zionis. Memang, memecah-belah semua negara Arab menjadi unit-unit yang lebih kecil telah menjadi tema yang berulang.”

Dilihat dalam konteks ini, perang Suriah dan Irak merupakan bagian dari proses ekspansi teritorial Israel yang berkelanjutan.[]

Penulis: Sudarto Murtaufiq, Peneliti Senior Global Future Institute (GFI)

Catatan
1. Lihat Daniel Boyarin, ‎Daniel Itzkovitz, ‎Ann Pellegrini (eds), Queer Theory and the Jewish Question (New York: Columbia University Press, 2003), hal 164.
2. Lihat Zeev Sternhell, The Founding Myths of Israel (Princeton: Princeton University Press, 1998)

Source link