USU Pasca-Pelantikan Rektor Muryanto Amin (Bagian-4, Penutup)

Suasana batin para pihak yang bertikai dipenuhi oleh rasa kebencian yang tak berujung. Padahal, mereka sama-sama dosen dan kolega.

Ini tentu menjadi bahan masukan dan renungan bagi pemerintah di tengah kumandang Kampus Merdeka-Merdeka Belajar. Hendaknya yang dimerdekakan dahulu adalah para sivitas akademikanya.

Kalau suara Kementerian dalam pemilihan rektor tetap 35 %, itu artinya tiap 5 tahun sekali para calon rektor mencari calon anggota MWA wakil masyarakat yang dekat dengan kekuasaan yang nanti diharapkan akan menempatkan suara 35 % itu di pihaknya.

Faktor masuknya unsur politik dan berbagai intervensi tak dapat terhindarkan lagi.

Oleh karena itu, kaum intelektual kampus perlu memikirkan agar pemilihan rektor itu kembali ditentukan oleh MWA dengan sistem one man one vote.

Pihak Kementerian tetap memiliki satu suara sama dengan suara Gubernur. Demikian juga, mereka yang duduk di eksekutif seperti rektor dan dekan tidak boleh rangkap jabatan di MWA.

Jika telah duduk di MWA yang bersangkutan harus melepaskan jabatannya di eksekutif. Logikanya, tidaklah cocok orang yang harus diawasi duduk sebagai pengawas.

Faktor-faktor ini sangat kental dalam menciptakan suasana tak nyaman di kampus. Carut-marut di USU hari ini bisa jadi dipicu oleh faktor-faktor itu.