Sentimen Anti China Menguat di Zambia, 3 Bos Pabrik Tekstil Dibunuh secara Brutal

Kampanye wali kota itu juga menyasar pada sejumlah bisnis China lainnya, mengecam mereka untuk menggunakan Bahasa Inggris dan berhenti mempekerjakan tenaga kerja atau warga negara China di Zambia. Miles Sampa mengatakan, cara-cara kerja perusahaan China itu tak ubahnya “apartheid” gaya baru yang semestinya sudah dihapuskan dari Bumi Afrika sejak lama.

Pertikaian Sampa dengan orang China menjadi viral di media sosial, mendorong beberapa pejabat pemerintah mengecam tindakannya. Akan tetapi, dia mendapatkan penghargaan dari banyak rakyat Zambia.

Sampai pada Rabu (27/5/2020) kemarin sempat meminta maaf kepada warga negara China di Zambia atas tindakannya. “Saya telah salah menilai (orang-orang China),” ujarnya ketika itu.

Aktivis HAM Zambia, Brebner Changala, memperingatkan dampak lebih lanjut ketegangan ini karena pekerja lokal tidak merasa dilindungi oleh para majikan China yang kerap berlagak seolah-olah mereka adalah pemilik negara itu.

“Serikat pekerja dan Kementerian Tenaga Kerja yang semestinya melindungi mereka (para pekerja lokal) malah tidak melakukannya. Karenanya, mereka harus berjuang dan membela diri,” kata Changala kepada AFP.

Menurut studi populasi dunia 2019 PBB, diperkirakan ada 80.000 warga Negara China yang tinggal di Zambia.

China adalah investor asing terbesar di negeri Afrika yang terkurung daratan itu. Investasi China itu antara lain direalisasikan dalam pembangunan sejumlah bandara, jalan, sekolah, pabrik, dan kantor polisi. Kondisi ini memicu sentimen anti-China dengan Zambia yang kini berutang banyak pada Beijing. (*)