“Kalaulah Sempat…” oleh BJ. Habibie

Begitu lama waktu ini bergerak, tatapannya hampa, jiwanya kosong, hanya gelisah yang menyeruak sepanjang waktu ….

Laki-laki renta itu, barangkali adalah Saya… atau barangkali adalah Anda yang membaca tulisan ini suatu saat nanti.

Hanya menunggu sesuatu yang tak pasti…yang pasti hanyalah KEMATIAN.

Rumah besar tak mampu lagi menyenangkan hatinya. Anak sukses tak mampu lagi menyejukkan rumah mewahnya yang ber AC…

Cucu-cucu yang hanya seperti orang asing bila datang. Asset-asset produktif yang terus menghasilkan, entah untuk siapa.. .?

Kira-kira jika malaikat “datang menjemput” akan seperti apakah kematian nya nanti…

Siapa yang akan memandikan ?
Dimana akan dikuburkan ?

Sempatkah anak kesayangan yang menjadi kebanggaannya datang mengurus jenazah dan menguburkan…?

Apa amal yang akan dibawa ke akhirat nanti? Rumah akan ditinggal, asset juga akan ditinggal pula…

Anak-anak entah apakah akan ingat berdoa untuk kita atau tidak? Sedang ibadah mereka sendiri saja belum tentu dikerjakan? Apalagi jika anak tak sempat dididik sesuai tuntunan agama. Ilmu agama hanya sebagai sisipan saja…

“Kalaulah sempat” menyumbang yang cukup berarti di tempat ibadah, Rumah Yatim, Panti Asuhan atau ke tempat-tempat di jalan Allah yang lainnya…

“Kalaulah sempat” dahulu membeli sayur dan melebihkan uang pada nenek tua yang selalu datang……

“Kalaulah sempat” memberikan sandal untuk disumbangkan ke tempat ibadah agar dipakai oleh orang yang memerlukan…..

“Kalaulah sempat” membelikan buah buat tetangga, kenalan, kerabat, dan handai taulan…

Kalaulah kita tidak kikir kepada sesama, mungkin itu semua akan menjadi “Amal Penolong” nya …

Kalaulah dahulu anak disiapkan menjadi ‘Orang yang shaleh’, dan ‘Ilmu Agama’ nya lebih diutamakan.

Ibadah sedekahnya di bimbing/diajarkan dan diperhatikan, maka mungkin senantiasa akan ‘Terbangun Malam’, ‘meneteskan air mata’ mendoakan orang tuanya.

Kalaulah sempat membagi ilmu dengan ikhlas pada orang sehingga bermanfaat bagi sesama…

“KALAULAH SEMPAT”

Mengapa kalau sempat? Mengapa itu semua tidak jadi perhatian utama kita?

Sungguh kita tidak adil pada diri sendiri. Kenapa kita tidak lebih serius? Menyiapkan ‘bekal’ untuk menghadap-Nya dan mempertanggungjawabkan kepadaNya?

Jangan terbuai dengan ‘Kehidupan Dunia’ yang bisa melalaikan…..

Kita boleh saja giat berusaha di dunia, tapi jadikan itu untuk bekal kita pada perjalanan panjang dan kekal di akhir hidup kita.

Teruslah menjadi “si penabur kebajikan” selama hayat masih dikandung badan meski hanya sepotong pesan.

Semoga Bermanfaat…

Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie

[end/WA}