Ulama Yang Diburu Dua Khalifah

Kemudian, datanglah musim haji. Sufyan pun berangkat ke Tanah Suci, menuntaskan kerinduannya pada Baitullah. Namun, tak disangka Khalifah al-Manshur pun dalam perjalanan hendak melaksanakan ibadah haji pada waktu yang sama.

Dari para informannya, al-Manshur mendapatkan kabar bahwa Sufyan sedang berada di Makkah. Penguasa ini pun menyuruh bawahannya agar segera mencari, menangkap, dan menyalib ulama tersebut. Perburuan pun dimulai lagi.

 

Murid-murid Sufyan ats-Tsauri mengabarkan hal itu kepadanya. Di dekat Ka’bah, Sufyan pun memanjatkan doa yang disertai sumpah. Munajat itu ternyata diijabah Allah SWT. Atas takdir-Nya, Khalifah al-Manshur terjangkit penyakit sehingga meninggal dunia sebelum sampai ke Makkah.

Mendapati kabar itu, Sufyan ats-Tsauri merasa tenang. Sebab, ia merasa tak ada lagi penguasa yang memaksanya untuk menjabat sebagai hakim di istana. Demikianlah prinsipnya. Ia lebih memilih menjadi buronan daripada harus menuruti kemauan despot.

“Apabila aku menyaksikan suatu kemungkaran dan aku tidak melakukan apa-apa (mendiamkannya), niscaya aku mengeluarkan kencing darah saking mendalamnya kesedihanku,” katanya.

Allah berkendak lain. Sesudah kematian al-Manshur, putranya naik menggantikannya. Ternyata, Khalifah al-Mahdi meneruskan upaya pemburuan terhadap Sufyan ats-Tsauri. Sang imam yang sempat mengira bahwa cobaan yang menimpanya sirna, akhirnya berstatus pelarian lagi. Padahal, waktu itu dirinya sudah kembali mengajar di Kufah.

Sebelum melarikan diri, Sufyan ats-Tsauri sempat memenuhi undangan al-Mahdi di istana, dan terjadilah dialog berikut.

“Wahai Abu Abdillah! Aku angkat engkau menjadi mufti kerajaanku!” kata sultan.

“Wahai amirul mu`minin, izinkanlah aku berbicara, tetapi terlebih dahulu engkau harus memberiku jaminan keamanan,” ujar Sufyan.

“Tentu,” jawab al-Mahdi singkat.

“Janganlah mengirim utusan kepadaku sebelum aku sendiri yang menemui engkau. Dan janganlah memberiku sesuatu sebelum aku memintanya.”

Mendengar itu, muka al-Mahdi memerah karena menahan amarah. Nyaris saja tangannya memukul sang alim, tetapi juru tulisnya mengingatkan, “Bukankah engkau telah memberi jaminan keamanan untuknya?”