Kartu Langganan Kereta yang Hilang

"Bilang saja abodemen kereta gitu, " kata sepupu saya beserta temannya. Kala itu saya masih menjadi pelajar SMP, sewaktu awal-awal UI (Universitas Indonesia) pindah ke Depok. Kebetulan sepupu saya kuliah di sana, dan dia mengajak menemaninya pergi ke kampus. Memang biasanya petugas karcis tidak akan meminta karcis jika kita mengatakan kalau kita berlangganan, apalagi kalau suasana di dalam kereta penuh sesak, semakin malaslah petugas untuk meminta karcis ke tempat-tempat yang sulit di jangkau. Maklumlah suasana KRL (Kereta Listrik) jurusan Jakarta-Bogor atau sebaliknya, dalam keadaan pulang kantor dan pulang kuliah penuh sesak, hingga sulit untuk bernafas, belum lagi ditambah dengan aroma yang kurang sedap memenuhi gerbong dan tak jarang pula ada tangan-tangan iseng yang suka berkeliaran.
Penggalan kisah itu tiba-tiba berkelebat dalam ingatan saya, sesaat setelah membaca rubrik tanya jawab di suatu situs internet.

Beberapa saat kemudian ingatan akan peristiwa yang lain pun datang dengan cepatnya. Kali ini bukan dalam suasana yang kurang tertib dan dipenuhi dengan aroma yang kurang sedap. Justru sebaliknya KRL yang ini nyaman, karena kalau lagi musim panas ada AC dan musim dingin ada pemanas, belum lagi walaupun penuh sesak tetap tertib dan seringkali tercium aroma parfum yang kadang menusuk hidung. Maklumlah KRL yang dipakai sekarang adalah KRL Den en Toshi Line.

Ya, kali ini peristiwa yang sama terjadi lagi setelah dua puluhan tahun peristiwa di KRL Jakarta -Bogor itu berlalu.
Pagi itu kebetulan ada keperluan yang membutuhkan waktu lebih pagi, dari biasanya. Karena ingin cepat, maka suami menawarkan untuk meminjamkan kartu langganan keretanya. Karena waktu sedang terburu-buru, dengan tanpa pikir panjang, segera kusambut tawarannya. Kesempatan untuk sampai lebih cepat dan agak sedikit berhemat, pikir saya.

Singkat cerita, setelah keperluan saya selesai, bergegas saya untuk pulang.
Namun sesampainya di stasiun dan hendak memasukan kartu ke kaisatsuguchi (pintu tiket), yang mana juga tempat masuk dan keluar di stasiun kereta. Ternyata kartunya tak ada, lemas juga jadinya. Akhirnya dengan perasaan tak menentu berjalan menuju mado guchi. (mesin tiket) untuk membeli tiket. Di sepanjang perjalanan pulang, sambil berpikir kira-kira tertinggal di mana kartu tersebut, hati ini tak henti-hentinya berdo’a agar kartu langganan kereta tersebut dapat kembali lagi, juga agar suami tak marah.

Sesampainya di rumah, saya sudah langsung bilang berkali-kali jangan marah pada suami. Kemudian suami bertanya, "kenapa?" Akhirnya saya jawab, " kartunya hilang." Suami kemudian hanya diam sambil berkata, "Mau gimana Lagi." Akhirnya saya berucap, " Lain kali tak akan mengguna kartu langganan kereta suami lagi."

Ternyata dengan hilangnya kartu langganan kereta itu, urusannya tidak sesederhana yang saya duga. Saya kira kalau kartu langganan kereta hilang akan dengan mudah membeli kartu yang baru dengan hanya mengatakan kalau kartunya hilang. Untuk mendapatkan kartu kembali suamiku harus lapor ke stasiun dekat rumah, setelah itu harus melapor ke stasiun yang mengeluarkan kartu langganan kereta tersebut untuk membuat berita acara. Namun jawaban yang diterima adalah tunggu saja, siapa tahu nanti ada yang menemukan.

Keesokan harinya suamiku mendapat telepon dari kepolisian untuk datang ke kantor polisi di daerah yang tidak jauh dari tempat yang kemarin aku datangi. Pihak kepolisian tersebut memberitahu untuk mengambil sesuatu dengan nomor berita acara yang telah diinformasikannya.
Cepat-cepat suamiku mendatangi kantor polisi yang diberitahu, ternyata suamiku sempat sedikit dipermainkan polisi. Kemudian polisi tersebut memberitahu suamiku setelah menelepon kantor polisi yang satunya lagi, bahwa bukan di daerah ini tempatnya, tapi di tempat yang lain.

Saya jadi berpikir, kok ya sampai sebegitu sulitnya untuk mendapatkan kartu langganan kereta, itu artinya harus orang yang bersangkutan yang memakainya, tidak boleh orang lain. Mengapa demikian? Ada bebarapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Di kartu langganan tersebut tertulis nama dan jenis kelamin itu artinya harus orang yang bersangkutan yang memakainya. Di beberapa daerah ada sinyal yang membedakan antara kartu untuk perempuan dan laki-laki.

2. Ketika kartu hilang, tidak serta merta mudah untuk mendapatkannya kembali, seperti halnya KTP, kalau hilang urusannya rumit harus berurusan dengan pihak yang berwenang dan membuat berita acara kehilangan. Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa harus yang bersangkutan yang menggunakan kartu langganan tersebut.

Kemudian saya berpikir berkaitan dengan pertanyaan di rubrik tersebut, yang menanyakan apa hukumnya menggunakan kartu langganan kereta orang lain, walaupun orang yang punya tersebut memberikan izin.

Ustadz tersebut menjawab, "Apakah perusahaan kereta tersebut memberikan izin kartu langganan kereta anggotanya dipakai orang lain?" Secara logika dengan adanya fakta yang saya uraikan di atas jelas-jelas perusahaan, tidak akan mengizinkan, atau kalau kurang percaya bisa ditanyakan sendiri. Jadi ini berarti hukumnya tidak boleh, sebab perusahaan kereta tersebut tidak mengizinkan.

Masih menurut jawaban ustadz, hukum Islam sangat memperhatikan hak milik, di mana seseorang dilarang mengambil hak milik orang lain tanpa seizin pemiliknya. Kemudian ustadz tersebut menjelaskan, yang dimaksud dengan pemilik di sini adalah institusi atau perusahaan atau jabatan yang memang dipercaya dan mendapatkan hak untuk mengizinkan, bukan oknum yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Mungkin yang perlu diperhatikan dan sangat mengena sekali buat saya adalah bahwa seseorang tidak akan jatuh miskin atau mati kelaparan hanya karena membayar karcis kereta.

Seharusnya semakin tinggi pemahaman Islam seseorang, berbanding lurus dengan keimanannya, juga akan membuat seseorang semakin wara'(berhati-hati) dalam segala tindak tanduknya. Bukankah Allah Maha Melihat? Allah selalu bersama kita?

Semoga hal yang semestinya kita anggap sepele ini, menjadi bahan pelajaran untuk tindakan kita ke depannya.

Catatan:

Abodemen: kartu langganan
De en Toshi Line: jalur kereta di daerah Tokyo sampai Yokohama